Label

Kamis, 06 Januari 2011

SWASEMBADA GARAM TERHAMBAT MASALAH LAHAN

Swasembada Garam Terhambat Masalah Lahan PDF Print
Thursday, 06 January 2011
JAKARTA– Swasembada garam yang ditargetkan akan tercapai pada 2014 masih terhambat masalah lahan, infrastruktur, dan teknologi. Hingga kini tidak ada lahan yang bisa digunakan sebagai ladang garam industri.

Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Tony Tanduk menuturkan, dalam program swasembada garam dibutuhkan produksi garam sebesar 3 juta ton/tahun. Untuk merealisasikan program itu dibutuhkan lahan seluas 30.000 hektare (ha). Ini dengan asumsinya lahan seluas 1 ha akan menghasilkan sekitar 100 ton garam. “Kalau Australia 1 ha bisa menghasilkan 200 ton garam.

Lahan kita hingga kini belum ada sehingga sulit untuk memproduksi garam sesuai kebutuhan,” ungkap Tony di Jakarta kemarin. Lahan yang paling memungkinkan untuk digunakan sebagai ladang garam ada di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, pengembangannya masih terhambat masalah infrastruktur.

“Dibu-tuhkan pelabuhan dan perkapalan untuk mengangkat hasil produksi dari daerah tersebut.Banyak yang harus diperbaiki, ini yang mempersulit kita swasembada,”tuturnya. Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun membenarkan masalah lahan sebagai salah satu penghambat utama program swasembada garam. Namun, Kemenperin telah menyelesaikan pemetaan lahan penggaraman nasional di Madura, Indramayu, Rembang, Bima,Teluk Kupang,Nagekeo,dan Ende.

“Kita sedang menyiapkan program insentif lahan penggaraman di Madura dan sentra produksi garam lainnya pada 2011–2012,” ungkapnya. Langkah lain yang juga sedang dilakukan Kemenperin adalah melakukan promosi untuk menarik minat investor.Produksi garam nasional pada 2010 tercatat hanya 2% dari total kebutuhan yang mencapai sekitar 3 juta ton.

Rendahnya produksi pada 2010 dikarenakan faktor curah hujan yang tinggi. “Kita hanya memproduksi 2% dari kebutuhan dalam negeri baik industri maupun konsumsi,” tutur Tony. Untuk menutupi kebutuhan dalam negeri, pemerintah melakukan impor garam sebanyak 1,905 juta ton pada Januari–November 2010.Kemenperin mencatat,impor garam konsumsi mencapai 384.210 ton pada Januari–November 2010 atau meningkat dari sepanjang 2009 yang sebesar 99.754 ton.

“Kalau industri kita setiap tahun memang masih sebagian besar impor. Namun, untuk konsumsi mengalami peningkatan signifikan karena produksi kita turun,” ungkap Tony.Dia berharap produksi garam tahun ini bisa ditingkatkan menjadi 1,2 juta ton.Sebab,curah hujan diprediksi hanya turun selama empat bulan pertama pada tahun ini.

Presiden Direktur Cheetham Salt Arthur Tanudjaja mengatakan, produksi garam khususnya garam konsumsi sangat sulit untuk ditingkatkan karena tidak didukung teknologi yang memadai. Industri garam konsumsi nasional masih menggunakan pengeringan dengan metode penjemuran langsung dengan sinar matahari. “Pemerintah harus fokus kepada teknologi industri penggaraman demi terciptanya swasembada,” tandasnya. (sandra karina)