Label

Kamis, 05 Januari 2012

Sulfindo bantah adanya rencana akuisisi oleh SCG

Sulfindo bantah adanya rencana akuisisi oleh SCG
JAKARTA. PT Sulfindo Adiusaha membantah keras kabar akuisisi perusahaan oleh Siam Cement Group(SCG). "Tidak benar beritanya, sudah sering beredar kabar seperti itu. Yang jelas kami inginnya IPO, kalau yang berminat akuisisi memang banyak," ujar Robinson Huang, Manajer Divisi Pemasaran dan Penjualan PT Sulfindo Adiusaha kepada KONTAN, Kamis (5/1).

Robinson menegaskan, sampai saat ini tidak ada proses akuisisi dengan siapa pun. Menurutnya, investor asing memang banyak yang ingin mendekati Sulfindo untuk melakukan akuisisi. Namun, keinginan Sulfindo tetap berupa pelepasan saham umum perdana atau Initial Public Offering (IPO).
Seperti yang sudah diberitakan KONTAN sebelumnya, Presiden Direktur PT Sulfindo Adiusaha, Diana Lumakso mengatakan, proses IPO Sulfindo hanya menunggu waktu yang tepat. Namun, saat dikonfirmasi mengenai isu hampir terjadinya kesepakatan antara Siam Cement dengan Sulfindo, Diana enggan berkomentar dengan alasan masih di luar negeri.
Bantahan pihak Sulfindo itu bertentangan dengan kabar yang sebelumnya diberitakan KONTAN. SCG, konglomerasi bisnis bahan bangunan dan chemical asal Thailand itu menyatakan telah memasuki tahap akhir untuk mengakuisisi 100% saham Sulfindo.
Dalam pembelian tersebut, SCG bermaksud menguasai keseluruhan saham milik Sulfindo. "Kami ingin 100% saham Sulfindo," kata Padungdej Indralak, Direktor Eksekutif SCG untuk Indonesia di Bangkok, (4/1).

Walaupun enggan merinci rencana bisnisnya lebih detail lagi, tapi Padungdej mengungkapkan, rencana itu sudah mendekati akhir. "Pilihan sekarang "ya" atau "tidak, karena sekarang masih bicara harga," kata Padungdej. Bagi SCG, sektor industri petrokimia di Indonesia memiliki potensi besar. Sebab, kebutuhan untuk petrokimia masih banyak diimpor dari berbagai negara.

SCG targetkan penjualan semen tahun ini naik 12%

PENJUALAN SEMEN
SCG targetkan penjualan semen tahun ini naik 12%
BANGKOK. Siam Cement Group (SCG), konglomerasi bisnis bahan bangunan dan chemical asal Thailand mematok target pendapatan 400 miliar bath atau naik 12% tahun ini ketimbang tahun 2011 lalu yaitu 360 miliar bath. Guna mencapai target itu, SCG akan menggenjot kinerja ekspornya ke beberapa negara.
Chief Executive Officer (CEO) dan Presiden Direktur SCG, Kan Trakulhoon bilang, mereka akan meningkatkan ekspor ke beberapa negara, terutama China dan India. "Pasar kami yang terbesar akan ada di China dan India," ujar Kan Trakulhoon di pameran BOI Fair 2012 di Bangkok, Jumat (5/1).
Saat ini, sekitar 40% pendapatan SCG berasal dari ekspor dengan produk unggulan berupa bahan bangunan, keramik, chemical serta kemasan kertas.
Selain melirik potensi ekspor ke India dan China, SCG juga melihat peluang pertumbuhan pasar di wilayah Asean termasuk Indonesia. "Sementara untuk Eropa sekarang masih sulit," katanya.
Sementara untuk pasar Amerika Serikat (AS), SCG melihat ada peluang ekspornya akan membaik. Jika dulu CSG hanya mengekspor bahan bangunan ke AS, kini CSG berencana menambahnya dengan keramik serta chemical. "Sekarang kami memperoleh sinyal positif," jelas Kan.
Kan menambahkan, tahun 2006 ekspor bahan bangunan milik SCG sempat memasuki masa kejayaan di AS, namun sejak krisis perumahan melanda AS tahun 2008, ekspor bahan bangunan SCG ke AS ikut terseret turun.
Untuk target pendapatan di 2013, SCG mematok kenaikan sebesar 20% atau lebih tinggi dari target tahun ini. Kan bilang, target tahun ini lebih rendah karena beberapa pabrik SCG di Thailand terkena dampak banjir. Namun begitu, Kan mengklaim produksi SCG dalam kondisi aman karena ada pabrik yang beroperasi di Indonesia, Vietnam dan Filipina.
Di Indonesia, SCG memiliki jaringan produksi chemical lewat PT Chandra Asri Petrochemicals Tbk (TPIA) dan sudah memiliki jaringan produksi keramik lewat PT Keramik Indonesia Asosiasi Tbk (KIAS). Untuk distribusi dan pengangkutan, CSG sudah memiliki PT Kokoh Inti Arebama Tbk (KOIN), perusahaan distributor bahan bangunan.
Selain itu, SCG juga sudah menanam investasi lewat PT CPAC Surabaya, PT TPC Indo Plastic Ceramics, PT Siam Indo Concrete Product, PT Surya Siam Keramik, PT Siam Indo Gypsum Industri, dan PT Cementhai SCT Indonesia.
Produk konstruksi keselamatan
Meningkatnya bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia membuat SCG kreatif menciptakan peluang bisnis baru. Kali ini mereka membuat beberapa produk bangunan yang bisa digunakan sebagai alat keselamatan manusia dari bencana, terutama dari gempa bumi.
Dalam pameran Board of Investment (BOI) Fair 2012 di Bangkok, SCG memamerkan beberapa produk untuk keselamatan jiwa tersebut. Di antaranya adalah bunker yang bisa menjadi tempat evakuasi saat terjadi gempa. Selain itu ada juga bangunan berupa shelter yang bisa digunakan saat gempa terjadi. “Bunker dari semen tersebut sangat kuat menahan gempa bumi, badai maupun ledakan,” jelas Kan.
Selain itu, SCG juga mendemonstrasikan konsep rumah mereka yang tahan terhadap goncangan gempa. Rumah yang terbuat dari kerangka baja tersebut sempat diuji dengan alat yang bisa menghasilkan goyangan setara dengan 7 skala richer (SR). “Inovasi dan riset menjadi salah satu cara kami untuk meningkatkan penjualan,” ungkap Kan.

Rabu, 04 Januari 2012

Kuwait Petroleum Tunggu Insentif Pemerintah untuk Kilang Balongan

Kuwait Petroleum Tunggu Insentif Pemerintah untuk Kilang Balongan

Kuwait Petroleum meminta adanya perlindungan terhadap produksi kilang serta tanah gratis untuk membangun kilang BBM. (IST) JAKARTA (IFT) - Kuwait Petroleum International, perusahaan minyak dan gas bumi asal Kuwait, yang berencana bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) untuk pembangunan kilang Balongan II, Indramayu, Jawa Barat, masih menunggu pemberian sejumlah insentif dari pemerintah untuk kerja sama pembangunan kilang tersebut. Edi Setianto, Direktur Pengolahan Pertamina, mengatakan sejumlah insentif yang diminta Kuwait antara lain adanya perlindungan terhadap produksi kilang (import duty).

Menurut Edi, perusahaan lain yang tidak memiliki kilang di Indonesia, tapi mengimpor produk kilang itu harus dikenakan formula Mean Oil Platts Singapore (MOPS) yang tinggi sekitar 15%. Dengan demikian, mereka tidak bisa sembarang mengimpor produk kilang dan investor kilang di Indonesia pun tidak dirugikan mengingat besarnya investasi yang harus dikeluarkan.

“Kebijakan seperti ini telah diterapkan di Malaysia dan Vietnam. Perusahaan yang tidak memiliki kilang di negara tersebut dilarang melakukan bisnis penjualan bahan bakar minyak (BBM), sehingga investasi dari para investor tetap terjaga. Bagaimana pun, ini kan menyangkut investasi yang tinggi, masak orang yang tidak punya kilang bisa main masuk saja?" katanya, Rabu.

Kuwait Petroleum menurut Edi juga meminta infrastruktur gratis, salah satunya tanah gratis untuk pembangunan kilang tersebut. Permintaan ini merujuk pada kebijakan di Vietnam yang juga memberikan tanah gratis bagi para investor yang ingin membangun kilang di sana. “Mereka juga meminta pemerintah mengkaji ulang pajak penghasilan perusahaan,” ujarnya.

Meskipun permintaan investor asing tersebut agak banyak, menurut Edi, pemerintah dan Pertamina harus bersabar dan serius mempertimbangkannya. Itu karena Kuwait Petroleum bisa saja tidak jadi investasi karena masih ada beberapa negara lain, seperti China dan Vietnam yang insentifnya lebih jelas.

"Kalau Indonesia tidak serius, dia mempunyai opsi untuk berinvestasi ke China atau Vietnam. Kami harus lihat lagi nota kesepahamannya lagi. Kalau benar-benar lanjut itu paling tidak butuh waktu satu tahun, lalu baru kami engineering lagi," tuturnya.

Dari sisi pasokan, Kuwait Petroleum berkomitmen untuk memasok minyak mentah sebanyak 250 ribu barel per hari. Sebanyak 50 ribu barel di antaranya akan ditukar dengan sejumlah produk lainnya.

Evita Herawati Legowo, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saat dikonfirmasi mengaku masih membahas permintaan insentif tersebut dengan Kementerian Keuangan, terutama terkait penyediaan lahan gratis.
"Masalah insentif Kuwait ini kami belum tuntas mengenai penyediaan lahan, siapa yang harus menyediakannya karena Kuwait minta pemerintah yang menyediakan lahannya. Ini yang belum tuntas kami bicarakan. Banyak yang diminta Kuwait," ujar dia.

Pertamina menurut Evita berusaha merenegosiasi nota kesepahaman dengan Kuwait terkait permintaan insentif tersebut.  Kementerian Energi juga berupaya untuk mendorong tambahan kilang BBM baru di Indonesia. Menurut dia, dengan asumsi pertumbuhan permintaan BBM sebesar 4% per tahun dengan produksi BBM sebesar 677 ribu barel per hari, kebutuhan BBM tahun 2015 diperkirakan mencapai 1.294 ribu barel per hari. Untuk mengatasi defisit BBM, Indonesia setidaknya membutuhkan tiga kilang baru pada 2015.

Pri Agung Rakhmanto, Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute, mengatakan banyaknya permintaan yang diajukan Kuwait disebabkan lemahnya posisi tawar pemerintah Indonesia. "Mereka berani bersikap seperti itu karena pemerintah tergantung kepada mereka, jadi mintanya macam-maca," jelas dia.

Menurut dia, pemerintah sebaiknya menolak permintaan yang diusulkan Kuwait karena insentif berupa tax holiday yang diberikan pemerintah dinilai cukup menguntungkan investor. "Tidak harus semua yang diminta Kuwait dipenuhi, karena saya khawatir jika itu dipenuhi nanti investor lain juga akan meminta hal yang sama," katanya.

Tanpa bekerja sama dengan Kuwait, menurut Pri, pemerintah bisa membangun kilang tersebut dengan menggunakan dana subsidi BBM yang dialokasikan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara. " Masalahnya ada pada keberanian pemerintah untuk menghapus atau mengurangi besaran subsidi tersebut," tambahnya.

Nota kesepahaman (MoU) Pertamina dengan Kuwait untuk pembangunan kilang Balongan ditandatangani Agustus 2010. Kapasitas kilang Balongan itu pun ditargetkan 300 ribu barel per hari dan direncanakan mulai beroperasi pada 2017. Investasi yang diperlukan sekitar US$ 9 miliar-US$ 11 miliar untuk pembangunan kilang dan komplek petrokimia. (*)

Perusahaan Gas Dinilai Sumber Masalah Distribusi Gas Domestik

Perusahaan Gas Dinilai Sumber Masalah Distribusi Gas Domestik

Konsumen gas domestik bersedia membeli gas dengan harga keekonomian mendekati US$ 10 per mmbtu. 

JAKARTA (IFT) - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menyatakan sumber permasalahan pasokan gas untuk konsumen domestik berada di PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) karena masih terbatasnya kapasitas pipa transmisi dan distribusi serta bermasalahnya harga gas perusahaan ke pemasok hulu gas. Rudi Rubiandini, Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, mengatakan dari sisi pasokan gas dari hulu tidak bermasalah karena produksi dari kontraktor saat ini tinggi, terlebih tiap tahun  alokasi gas domestik makin  meningkat.

Tahun lalu alokasi domestik sebesar 56,7% dari produksi sebesar 7.768 juta kaki kubik per hari (mmscfd), sementara kewajiban penjualan domestik hanya sebesar 25%. Dari sisi konsumen juga terjadi peningkatan permintaan yang lebih besar lagi karena adanya pengalihan penggunaan bahan bakar minyak menjadi gas.

"Kami menyarankan agar konsumen domestik membeli dengan harga keekonomian dan mereka mengatakan berani untuk membeli US$ 9 per juta british thermal unit (mmbtu). Masalahnya, Perusahaan Gas masih membeli gas dari hulu (kontraktor) sebesar US$ 3-US$ 4 per mmbtu,”  ujarnya, Rabu.

Berdasarkan data BP Migas, saat ini ada beberapa kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) antara kontraktor dan Perusahaan Gas yang tengah dikaji. Beberapa kontrak tersebut antara lain gas dari lapangan Grissik, blok Koridor yang dikelola ConocoPhillips Indonesia ke Perusahaan Gas untuk pipa Sumatera Selatan-Jawa Barat dan pipa ke Batam 1 dan 2. Untuk kontrak gas , harga jual gas ke Perusahaan Gas saat ini sebesar US$ 1,85 per mmbtu untuk masa kontrak 2008-2023 dengan kuota sebesar 373,5 mmscfd. Harga gas tersebut diusulkan naik menjadi US$ 5,61 per mmbtu untuk menaikkan penerimaan negara menjadi sesuai rencana pengembangan semula pada tingkat 57,1%.

Untuk kontrak Batam 1 dan 2, harga gas terkontrak sebesar US$ 2,6 per mmbtu untuk masa kontrak 2008-2023 dengan kuota 68,2 mmscfd. Harga ini diusulkan naik menjadi US$ 5,5 per mmbtu untuk menaikkan penerimaan negara menjadi US$ 558 juta dari US$ 255 juta.

Revisi kontrak juga dilakukan Perusahaan Gas dan PT Pertamina EP Sumbagsel (Sumatera Bagian Selatan), anak usaha PT Pertamina (Persero). Harga saat ini sebesar US$ 2 per mmbtu dengan eskalasi per tahun sebesar 2,2%. Adapun masa kontrak berlaku sejak Juni 2003-Desember 2025. Harga jual gas diusulkan naik menjadi US$ 5 per mmbtu.

Heri Yusup, Sekretaris Perusahaan PGN, mengatakan peresroan tidak bisa begitu saja menaikkan harga beli dari kontraktor gas karena harus mempertimbangkan kestabilan pasokan. Kalaupun harga belinya naik, menurut Heri, itu harus diimbangi dengan tambahan volume gas.

"Pertemuan informal dengan BP Migas sudah ada, usulan-usulan dari BP Migas sudah ada, tapi sampai hari ini belum ada kesepakatan, pembahasannya belum selesai. Pokoknya artinya ada take and give lah. Kami masih pertimbangkan," tuturnya.

Perusahaan Gas telah mendistribusikan gas lebih dari 800 mmscfd dan kapasitas transmisi gas mencapai 840 mmscfd melalui pipa distribusi dan transmisi sepanjang 5.900 kilometer. Sementara harga jual gas ke konsumen berada pada kisaran US$ 6-US$ 6,5 per mmbtu.
Untuk jaringan pipa distribusi  mencapai 3.750 kilometer ke pembangkit listrik, industri, dan bisnis komersial lainnya seperti restoran, hotel, rumah sakit, dan rumah tangga. Sementara pipa transmisi memiliki panjang 2.160 kilometer.

Komaidi, Deputi Direktur ReforMiner Institute, menilai, dominasi Perusahaan Gas dan Pertamina dalam infrastruktur gas yang mencapai 75%-85% mengakibatkan sumber permasalahan pendistribusian gas harus diurai dari kedua badan usaha milik negara tersebut. Dia meminta pemerintah  bersikap tegas terkait permasalahan pendistribusian gas tersebut

Forum Industri Pengguna Gas sebelumnya meminta pemerintah merealisasikan komitmennya untuk memenuhi kebutuhan gas industri setelah industri bersedia membeli gas dengan harga keekonomian. Achmad Widjaya, Sekretaris Jenderal Forum Pengguna Gas, mengatakan pasokan gas tahun ini seharusnya meningkat dibanding realisasi pasokan pada 2011 sebesar 567 mmscfd.

Industri menurut Achmad juga siap membeli gas dengan harga keekonomian mendekati US$ 10 per mmbtu. Dia memperkirakan kebutuhan industri pada 2012 sama dengan kebutuhan 2011 yakni sebesar 876 mmscfd. (*)

Empat bank kongsi biayai Pupuk Kujang


 

PUPUK KUJANG

Empat bank kongsi biayai Pupuk Kujang

Empat bank kongsi biayai Pupuk Kujang JAKARTA. Empat bank besar berkongsi untuk menyalurkan kredit senilai Rp 1,9 triliun ke PT Pupuk Kujang. Bank Rakyat Indonesia (BRI) bertindak sebagai pemimpin club deal dengan menyetor pinjaman sebesar Rp 1 triliun. Sisanya, masing-masing Rp 300 miliar, berasal dari Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI). Kredit berjangka waktu tujuh tahun ini berbunga 8,25%.
Pupuk Kujang menggunakan pinjaman tersebut untuk membayar utang (refinancing) ke Japan Bank for International Cooperation (JBIC). BUMN pupuk ini mendapatkan kredit senilai ¥ 27 miliar pada tahun 2003 untuk membangun pabrik 1 B.
Sisa pinjaman yang harus dilunasi senilai ¥ 16,23 miliar atau setara Rp 1,94 triliun. "Peran JBIC nantinya akan diambil alih Mandiri, BRI, BNI dan BCA. Kami tidak lagi membayar dalam bentuk yen," kata Achmad Tossin, Direktur Utama PT Pupuk Kujang, seusai penandatanganan kredit, kemarin (4/1).
Perusahaan pelat merah ini menempuh opsi konversi utang ke rupiah untuk menghindari risiko kurs. Pinjaman dalam mata uang yen mempengaruhi neraca perusahaan. "Ketidakpastian kurs khususnya yen dapat merugikan perusahaan," kata Tossin.
Pabrik Kujang 1B telah beroperasi sejak tahun 2005 silam. Kapasitas produksinya mencapai 570.000 ton urea per tahun dan 330.000 ton amonia per tahun.
Tossin menambahkan, pihaknya berencana membangun pabrik baru senilai Rp 3 triliun. Sebanyak 70% dari pinjaman bank, sisanya menggunakan dana internal. Besar kemungkinan Pupuk Kujang akan mengajukan pinjaman ke empat bank itu lagi.
Asmawi Syam, Direktur Bisnis dan Kelembagaan BRI, menilai, konversi utang langkah yang tepat. Langkah ini dapat menghindarkan debitur dari risiko pasar.
Maklum, krisis global belum jelas jalan keluarnya, sehingga kurs valas bakal fluktuatif. "Ekonomi global cukup mengkhawatirkan. Selisih kurs dari bulan ke bulan bisa berpengaruh signifikan ke neraca debitur," kata Asmawi.
Fransisca Nelwan Mok, Direktur Corporate Banking Bank Mandiri mengatakan, pemberian pinjaman ini adalah bentuk partisipasi Bank Mandiri dalam mendukung program pemerintah.
Bank Mandiri tercatat sebagai kreditur terbesar industri pupuk. Nilai kredit yang sudah tersalurkan (outstanding) ke sektor ini mencapai Rp 9,2 triliun per November 2011. "Tumbuh sekitar 82% dibandingkan tahun sebelumnya," kata Fransisca.
BNI dan BRI masing-masing menyalurkan kredit Rp 5 triliun dan Rp 5,7 triliun. Sebelum membiayai Pupuk Kujang, BNI mengucurkan kredit ke Petrokimia Gresik senilai Rp 2,48 triliun, dan PT Pupuk Iskandar Muda senilai Rp 665 miliar. "Pupuk termasuk industri unggulan yang kami biayai," kata Krisna Suparto, Direktur Bisnis Banking BNI.
Sedangkan BRI menyalurkan kredit Rp 600 miliar ke PT Pupuk Kaltim dan Rp 1,4 triliun ke PT Petrokimia Gresik. Bank spesialis pembiayaan mikro ini juga telah membiayai Pupuk Kujang sebesar Rp 150 miliar, serta fasilitas Standby Letter of Credit senilai US$ 12,17 juta.

Pabrik pupuk Kujang dapat tambahan pasokan gas 54 TBTU

Pabrik pupuk Kujang dapat tambahan pasokan gas 54 TBTU
JAKARTA. Pabrik Pupuk Kujang mendapat tambahan pasokan gas dari Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ sebesar 54 TBTU (Trillion British Thermal Unit) mulai 1 Januari 2012.

Communication Coordinator PHE ONWJ, Novitri Lilaksari KD, bilang, penambahan pasokan gas ke Pupuk Kujang ini tertuang dalam dokumen amendemen No 2 tentang Perjanjian Jual Beli Gas antara PHE ONWJ dengan Pupuk Kujang yang diteken, Kamis (17/11).

Amendemen no.2 ini mengatur penjualan gas tambahan yang berasal dari pengembangan lapangan gas baru yaitu APNE/F di blok ONWJ," ujar Novitri. Pengalokasian gas dari lapangan tersebut sudah disetujui BP Migas.

Perjanjian Jual Beli Gas PHE ONWJ dengan PT Pupuk Kujang pertama kali ditandatangani pada tanggal 24 Juli 2006 dan gas mulai dialirkan pada tanggal 12 Februari 2008.

Dengan adanya amendemen ini maka total keseluruhan gas yang dipasok oleh PHE ONWJ dapat dijaga sekitar 57 BBTUD, sehingga pabrik Kujang 1A dapat tetap terus beroperasi. "Ini untuk mendukung program pemerintah dalam memenuhi produksi beras di daerah Jawa Barat," ujar Novitri dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Kamis (17/11).

PHE ONWJ adalah salah satu anak perusahaan di bawah Pertamina Hulu Energi, dan merupakan operator dari Kontraktor Kerjasama ONWJ di bawah BPMIGAS yang dimiliki oleh Pertamina sejak bulan Juli 2009.

Fasilitas produksi terdiri dari 670 sumur, 170 anjungan di perairan dangkal, 40 pemroses dan fasilitas disertai 1.600 kilometer pipa bawah laut.

Pada saat ini, PHE ONWJ memasok gas ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui Pembangkit Tenaga Listrik Muara Karang dan Tanjung Priok dan Pupuk Kujang di Cikampek, Jawa Barat.

Senin, 02 Januari 2012

Polychem Estimasikan Laba Kotor 2012 Rp 350 Miliar

Polychem Estimasikan Laba Kotor 2012 Rp 350 Miliar

BY SAFREZI FITRA JAKARTA (IFT) - PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG), emiten produsen poliester, ethylene glycol dan petrokimia, serta benang nilon, mengestimasikan laba kotor 2012 sebesar Rp 350 miliar, turun 35% dibanding proyeksi 2011 sebesar Rp 540 miliar, menurut manajemen perusahaan. Penurunan terjadi karena pelemahan harga jual produk perseroan di 2012.
Richard I Tursadi, Management Accounting Budget & Control Manager Polychem Indonesia, menjelaskan penurunan harga jual diperkirakan terjadi pada 2012 seiring pelemahan harga bahan baku produksi. Jika penurunan harga jual produk perseroan lebih tinggi dari pelemahan harga bahan baku produksi, margin laba kotor perseroan akan mengalami penurunan sebesar 1,83 poin, menjadi 8,75% pada 2012 dari 10,58% pada 2011.
"Gross profit akan mengalami penurunan menjadi Rp 350 miliar pada 2012, dari Rp 540 miliar pada 2011," katanya.
Richard belum mau menjelaskan berapa besar penurunan harga jual perseroan pada 2012. Menurut dia, perseroan sulit untuk menentukan harga jual produk pada 2012 karena mengikuti acuan harga yang ditetapkan Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Fiber Indonesia (Apsyfi).
Polychem menargetkan penjualan di 2012 meningkat tipis sebesar 2,56% menjadi Rp 4 triliun dibandingkan proyeksi 2011 sebesar Rp 3,9 triliun. Richard menilai kenaikan penjualan Polychem Indonesia di 2012 tidak dipengaruhi oleh harga jual produk perseroan, karena harga jual relatif turun seiring dengan turunnya harga bahan baku. Kenaikan penjualan 2012 lebih didukung oleh peningkatan volume penjualan.
Pada Maret 2011, perseroan telah mengoptimalkan produktivitas pabrik poliester di Tangerang dengan kapasitas produksi 91 ribu ton per tahun. Optimalisasi pabrik poliester tersebut menghabiskan dana sebesar US$ 10 juta yang dibiayai anggaran belanja modal 2010. Hingga akhir 2011, utilisasi pabrik tersebut diproyeksikan mencapai 41%.
"Kenaikan volume produksi di 2012 secara total tidak besar, namun untuk poliester kemungkinan akan mencapai full capacity," ujar Richard.
PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY), emiten produsen poliester pesaing Polychem Indonesia, memproyeksikan nilai penjualan perseroan pada 2012 sama dengan target penjualan 2011 sebesar Rp 5,7 triliun-Rp 5,8 triliun. Vasudevan Ravi Shankar, Presiden Direktur Asia Pacific Fibers, mengatakan pertumbuhan penjualan perseroan akan bergantung pada harga bahan baku.
Menurut Shankar, pada kuartal IV 2011 harga bahan baku pembuatan poliester, yakni purified terephthalic acid (PTA) dan paraxylene (PX) mengalami penurunan sekitar 15%-20%. "Proyeksinya, penjualan 2012 Rp 5,7 triliun-Rp 5,8 triliun dengan estimasi harga bahan baku turun 15%-20%," ujarnya.
Selain menurunnya harga bahan baku sebagai imbas dari turunnya harga minyak di akhir tahun 2011, penjualan Asia Pacific Fibers juga akan terpengaruh oleh prediksi menurunnya permintaan produk poliester.
Menurut Shankar, saat ini perseroan masih sulit untuk menentukan margin profit untuk 2012 karena fluktuasi harga bahan baku dan nilai tukar dolar Amerika Serikat sulit diprediksi. Sementara dampak dari krisis utang di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat akan sangat berpengaruh terhadap harga minyak mentah yang merupakan bahan baku hulu produksi perseroan.
Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Fiber Indonesia (Apsyfi), mengatakan penjualan serat sintetis, termasuk poliester, pada 2012 diperkirakan meningkat sekitar 5% dibanding 2011. "Kenaikan penjualan serat sintetis dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi garmen di Indonesia yang diperkirakan tumbuh 1%-2% pada 2012," ujar Redma.
Data Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Fiber Indonesia menyebutkan Asia Pacific Fibers menjadi pemimpin pasar serat sintetis nasional dengan pangsa 24%, diikuti PT Tifico Fiber Indonesia Tbk (TFCO) dengan pangsa pasar 22%. Polychem Indonesia menjadi pemilik pangsa pasar terbesar ketiga dengan pangsa 14%, diikuti PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) dengan pangsa 12%, PT Indonesia Toray Synthetics dengan pangsa 11%, PT Panasia Indosyntec Tbk (HDTX) dengan pangsa 3%, dan produsen lainnya 14%.(*)