Label

Rabu, 04 Januari 2012

Kuwait Petroleum Tunggu Insentif Pemerintah untuk Kilang Balongan

Kuwait Petroleum Tunggu Insentif Pemerintah untuk Kilang Balongan

Kuwait Petroleum meminta adanya perlindungan terhadap produksi kilang serta tanah gratis untuk membangun kilang BBM. (IST) JAKARTA (IFT) - Kuwait Petroleum International, perusahaan minyak dan gas bumi asal Kuwait, yang berencana bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) untuk pembangunan kilang Balongan II, Indramayu, Jawa Barat, masih menunggu pemberian sejumlah insentif dari pemerintah untuk kerja sama pembangunan kilang tersebut. Edi Setianto, Direktur Pengolahan Pertamina, mengatakan sejumlah insentif yang diminta Kuwait antara lain adanya perlindungan terhadap produksi kilang (import duty).

Menurut Edi, perusahaan lain yang tidak memiliki kilang di Indonesia, tapi mengimpor produk kilang itu harus dikenakan formula Mean Oil Platts Singapore (MOPS) yang tinggi sekitar 15%. Dengan demikian, mereka tidak bisa sembarang mengimpor produk kilang dan investor kilang di Indonesia pun tidak dirugikan mengingat besarnya investasi yang harus dikeluarkan.

“Kebijakan seperti ini telah diterapkan di Malaysia dan Vietnam. Perusahaan yang tidak memiliki kilang di negara tersebut dilarang melakukan bisnis penjualan bahan bakar minyak (BBM), sehingga investasi dari para investor tetap terjaga. Bagaimana pun, ini kan menyangkut investasi yang tinggi, masak orang yang tidak punya kilang bisa main masuk saja?" katanya, Rabu.

Kuwait Petroleum menurut Edi juga meminta infrastruktur gratis, salah satunya tanah gratis untuk pembangunan kilang tersebut. Permintaan ini merujuk pada kebijakan di Vietnam yang juga memberikan tanah gratis bagi para investor yang ingin membangun kilang di sana. “Mereka juga meminta pemerintah mengkaji ulang pajak penghasilan perusahaan,” ujarnya.

Meskipun permintaan investor asing tersebut agak banyak, menurut Edi, pemerintah dan Pertamina harus bersabar dan serius mempertimbangkannya. Itu karena Kuwait Petroleum bisa saja tidak jadi investasi karena masih ada beberapa negara lain, seperti China dan Vietnam yang insentifnya lebih jelas.

"Kalau Indonesia tidak serius, dia mempunyai opsi untuk berinvestasi ke China atau Vietnam. Kami harus lihat lagi nota kesepahamannya lagi. Kalau benar-benar lanjut itu paling tidak butuh waktu satu tahun, lalu baru kami engineering lagi," tuturnya.

Dari sisi pasokan, Kuwait Petroleum berkomitmen untuk memasok minyak mentah sebanyak 250 ribu barel per hari. Sebanyak 50 ribu barel di antaranya akan ditukar dengan sejumlah produk lainnya.

Evita Herawati Legowo, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, saat dikonfirmasi mengaku masih membahas permintaan insentif tersebut dengan Kementerian Keuangan, terutama terkait penyediaan lahan gratis.
"Masalah insentif Kuwait ini kami belum tuntas mengenai penyediaan lahan, siapa yang harus menyediakannya karena Kuwait minta pemerintah yang menyediakan lahannya. Ini yang belum tuntas kami bicarakan. Banyak yang diminta Kuwait," ujar dia.

Pertamina menurut Evita berusaha merenegosiasi nota kesepahaman dengan Kuwait terkait permintaan insentif tersebut.  Kementerian Energi juga berupaya untuk mendorong tambahan kilang BBM baru di Indonesia. Menurut dia, dengan asumsi pertumbuhan permintaan BBM sebesar 4% per tahun dengan produksi BBM sebesar 677 ribu barel per hari, kebutuhan BBM tahun 2015 diperkirakan mencapai 1.294 ribu barel per hari. Untuk mengatasi defisit BBM, Indonesia setidaknya membutuhkan tiga kilang baru pada 2015.

Pri Agung Rakhmanto, Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute, mengatakan banyaknya permintaan yang diajukan Kuwait disebabkan lemahnya posisi tawar pemerintah Indonesia. "Mereka berani bersikap seperti itu karena pemerintah tergantung kepada mereka, jadi mintanya macam-maca," jelas dia.

Menurut dia, pemerintah sebaiknya menolak permintaan yang diusulkan Kuwait karena insentif berupa tax holiday yang diberikan pemerintah dinilai cukup menguntungkan investor. "Tidak harus semua yang diminta Kuwait dipenuhi, karena saya khawatir jika itu dipenuhi nanti investor lain juga akan meminta hal yang sama," katanya.

Tanpa bekerja sama dengan Kuwait, menurut Pri, pemerintah bisa membangun kilang tersebut dengan menggunakan dana subsidi BBM yang dialokasikan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara. " Masalahnya ada pada keberanian pemerintah untuk menghapus atau mengurangi besaran subsidi tersebut," tambahnya.

Nota kesepahaman (MoU) Pertamina dengan Kuwait untuk pembangunan kilang Balongan ditandatangani Agustus 2010. Kapasitas kilang Balongan itu pun ditargetkan 300 ribu barel per hari dan direncanakan mulai beroperasi pada 2017. Investasi yang diperlukan sekitar US$ 9 miliar-US$ 11 miliar untuk pembangunan kilang dan komplek petrokimia. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar