Label

Jumat, 25 Maret 2011

Pemerintah Tawarkan Industri Berbasis Oleokimia

Pemerintah Tawarkan Industri Berbasis Oleokimia

BY ABDUL MALIK, ADI TEGUH & ALFIAN
JAKARTA (IFT) - Pemerintah akan melakukan promosi investasi untuk penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di sektor oleochemical. Besarnya potensi pasar untuk komoditas oleochemical dinilai akan menarik minat investor di industri berbasis oleochemichal, bahan kimia yang bersumber dari olahan tanaman dan lemak hewan atau produk turunan dari sawit itu.
Tony Tanduk, Direktur Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, mengatakan industri oleochemical nasional ditargetkan akan mulai marak¡¡ pada 3 tahun mendatang. Hal ini seiring langkah pemerintah untuk mendorong industri kimia berbasis bio ketimbang berbasis minyak bumi.
"Oleochemical kita sangat berpotensi, terutama dari crude palm oil-nya. Karena turunannya sangat dibutuhkan oleh industri nasional," katanya di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, perkembangan industri oleochemical Indonesia masih rendah. Bahkan kalah jika dibandingkan dengan Malaysia. Padahal potensi yang ada justru lebih unggul dibandingkan negara itu.
Saat ini untuk pengembangan industri oleochemical Indonesia bekerjasama dengan Jepang. Pemerintah berharap akan ada transfer teknologi dan investasi dari Jepang yang masuk. Sebab dari sisi teknologi untuk oleochemical, Jepang tergolong maju.
"Namun mereka kayaknya lebih condong ke investasi ketimbang untuk transfer teknologi. Seperti kita lihat di industri otomotif, Jepang lebih suka investasi ketimbang transfer teknologi," tutur Tony. ¡¡
Departemen Riset IFT menilai, industri oleokimia di Indonesia merupakan industri yang memiliki bahan baku yang sangat melimpah. Karena industri oleokimia adalah industri yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO), dimana Indonesia memiliki kebun kelapa sawit yang luas.
Meskipun memiliki bahan baku yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah bila dibanding dengan Malaysia yang kapasitas produksinya mencapai dua kali lipat dari Indonesia. Indonesia menguasai sekitar 12% permintaan oleochemical dunia yang mencapai enam juta metrik ton per tahun, sementara Malaysia mencapai 18,6%.
Kondisi ini tidak terlepas dari strategi pengembangan industri sawit Indonesia yang pada awalnya lebih ditekankan sebagai industri primer yakni CPO terutama untuk diekspor sebagai sumber devisa non migas. Berbeda dengan Malaysia yang mengembangkan industri sawitnya secara bersama dengan pengembangan industri hilir oleokimia.
Industri oleokimia berkembang di beberapa Malaysia, Philipina, China, dan India dengan sangat pesat sehingga kapasitas produski jauh melebihi permintaan oleokimia dunia sehingga penambahan kapasitas industri ini di Indonesia dipandang kurang menjanjikan.
Industri ini tidak lepas dari permasalahan di dalam negeri yang salah satunya adalah jaminan pasokan bahan baku berupa CPO yang belum sepenuhnya teratasi karena produksi CPO lebih banyak diekspor daripada dipasok ke industri dalam negeri.
Investor yang telah masuk di antaranya, Wilmar International Limited yang menanamkan investasi US$ 400 juta untuk ekspansi di sektor hilir minyak sawit mentah (CPO).
Selain itu, Sinar Mas Group juga siap menanamkan investasinya sebesar US$ 500 juta untuk membangun pabrik pengolahan produk turunan minyak kelapa sawit, seperti olefin, sabun, margarin, fatty acid dan lainnya.
Industri Potensial
Takashi Yoshizawa, Counselor Trade, Investment, Industry & Energy Kedutaan Besar Jepang di Jakarta mengatakan, berdasarkan hasil kajian Mitsubishi Chemical Techno-Research Corporation (MCTC) disebutkan bahwa industri oleochemical Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan dan menjadi tujuan investasi bagi investor.
"Kami dari kedutaan Jepang akan memfasilitasi apabila ada investor dari Jepang yang ingin tertarik masuk ke sektor ini. Dan kami melihat, investor Jepang akan berpotensi tertarik masuk menanamkan investasi untuk oleochemical," paparnya.
Berdasarkan hasil kajian MCTC memberikan beberapa rekomendasi terkait pengembangan industri oleochemical Indonesia.
Kiichi Itoh, Member of The Board General Manager Research and Consulting Division MCTC, mengatakan, beberapa rekomendasi tersebut di antaranya, harus dilakukan peningkatan kapasitas produksi dari para petani sawit di Indonesia dari saat ini 2,5 ton-3 ton per hektare, menjadi 4,5 ton per hektare.
Kemudian untuk memiliki daya saing global dalam hal biaya produksi oleochemical dan industri hilirnya, maka harus dilakukan beberapa hal. Yakni, pembangunan pabrik fatty acid dengan kapasitas 300.000 -500.000 ton per tahun. Kemudian menstabilisasi supply CPO, mengatur harga CPO untuk oleochemical agar bisa lebih kompetitif, serta memperbanyak jenis produk turunannya.
"Harus ada integrasi yang kuat antara industri CPO dengan produsen oleochemical untuk memperkuat struktur industri yang kompleks," ujar Kiichi.
Abdul Malik, Adi Teguh