Label

Rabu, 12 Oktober 2011

Penjualan Semen Nasional Naik 9,5%

Penjualan Semen Nasional Naik 9,5%


Penjualan semen akan terus naik di masa mendatang, terutama di Pulau Jawa. Hal ini dipicu oleh pembangunan berbagai proyek jalan tol. (ANTARA/R.REKOTOMO) JAKARTA (IFT) – Penjualan se­men nasional pada Januari-Mei 2011 mencapai 18,92 juta ton atau naik 9,5% dibandingkan periode yang sama 2010. Kenaik­an penjual­an terutama didorong penjualan un­tuk pasar domestik yang naik 13,5% menjadi 18,39 juta ton. Sedangkan penjualan untuk pasar ekspor turun 51% menjadi 530 ribu ton.
Urip Trimuryono, Ketua Asosiasi Semen Indonesia, optimistis dengan pencapaian hingga Mei target penjualan semen sebesar 43 juta ton di 2011 akan tercapai. “Konsumsi semen di dalam ne­geri akan terus meningkat, apalagi de­ngan adanya pembangunan jalan tol,” katanya kepada IFT, Jumat.

Penjualan di pasar domestik sebagian besar masih di Pulau Jawa yang mencapai 10,09 juta ton pada Januari-Mei 2011, naik 17,1% dibandingkan periode yang sama 2010. Pasar terbesar kedua adalah Sumatera sebesar 4,4 juta ton, Kalimantan 1,3 juta ton, dan Sulawesi sebesar 1,3 juta ton.
Agung Wiharto, Investor Relation PT Semen Gresik Tbk (SMGR), sebelumnya mengatakan penjual­an semen Gresik pada Mei 2011 didorong oleh pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan mengu­atnya penjualan di pasar ritel.
Realisasi penjualan Semen Gresik dan anak perusahaannya, PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa, pada Mei tahun ini sebesar 1,71 juta ton naik 25,7% dibanding Mei 2010 sebesar 1,36 juta ton. Sedangkan total pasar semen nasio­nal pada Mei sebesar 4,14 juta ton, sehingga Semen Gresik berhasil meraih pangsa 41%.
Budi Primawan, Corporate Communication Manager PT Hol­cim Indonesia Tbk (SMCB), me­nga­takan penjualan Holcim di Mei 2011 naik tipis menjadi 600 ri­bu ton dibandingkan periode yang sama 2010 sebesar 580 ribu ton.
Menurut Departemen Riset IFT, tingkat konsumsi semen di Indonesia sebesar 40,7 juta ton dengan kontribusi terbesar di Pulau Jawa, yakni sebesar 21,9 juta ton. Tren konsumsi semen mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan per tahun (CAGR) selama periode 2002-2010 sebesar 5%.
Produsen semen di Indonesia adalah Semen Gresik (merupakan gabungan dari Semen Padang, Semen Gresik, Semen Tonasa), Semen Andalas, Semen Baturaja, Indocement, Holcim Indonesia, Semen Bosowa, dan Semen Kupang.
Pasar semen Indonesia di­do­minasi oleh tiga pemain besar, yaitu: Semen Gresik 43,2%, Indocement 30,8%, Holcim Indonesia 13,6%, dan produsen lainnya hanya 12,4%.Konsumsi semen nasional sebesar 80% berasal dari pangsa ritel dan properti. Sisanya, 20% berasal dari sektor konstruksi dan infrastruktur.
Produk semen tersedia dalam dua bentuk, yakni dalam bentuk bu­buk semen dan bentuk karung sak se­men. Bentuk bubuk semen pembeli langsungnya adalah para kontraktor yang menjalankan proyek-proyek konstruksi dan infrastruktur, seperti pembangunan jalan beton pada jalan tol, jembatan beton, atau bangunan gedung bertingkat.
Bentuk karung sak semen dibeli oleh kontraktor sektor pro­perti, yang menjalankan proyek-proyek mikro perumahan dan juga karung sak semen dibeli langsung oleh end user, yaitu pembeli untuk membangun rumah baru ataupun memperbaiki rumah.


Proyeksi
Menurut Urip, penjualan semen akan terus naik di masa mendatang, terutama di Pulau Jawa. Hal ini dipicu oleh pembangunan berbagai proyek jalan tol. Salah satunya adalah pembangunan jalan tol Solo-Kertosono yang ditargetkan selesai di 2014 dan diperkirakan membutuhkan 2 juta ton semen.
Kajian Departemen Riset IFT menunjukkan pada 2015, dengan asumsi pertumbuhan konsumsi semen sebesar 6,5% maka konsumsi semen saat itu dapat mencapai 56 juta ton dari 40,8 juta ton pada 2010. Melihat potensi pertumbuh­an akan tingkat konsumsi semen nasional, produsen semen nasional berlomba-lomba untuk meningkatkan kapasitas produksinya melalui pendirian pabrik semen baru, karena tingkat utilisasi pabrik semen nasional telah mencapai 85%.
Semen Gresik akan merealisasikan pembangunan pabrik baru pada 2012 dengan kapasitas produksi 2,5 juta ton. Semen Baturaja akan menambah kapasitas produksi sekitar 1,5 juta ton pada 2014. Holcim Indonesia juga akan memba­ngun pabrik baru dengan kapasitas produksi 1,7 juta ton pada 2014. Semen Padang berencana memba­ngun pabrik baru dengan kapasitas produksi 2,5 juta ton pada 2015. Semen Bosowa juga berencana membangun pabrik baru di Sulawesi berkapasitas 2,5 juta ton.
Sahat Panggabean, Corporate Secretary PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), mengatakan, setelah meningkatkan kapasitas produksi sebesar 1,5 juta ton menjadi 18,6 juta ton di 2010, perse­roan akan kembali meningkatkan produksi di 2011. Peningkatan kapasitas dilakukan dengan pemba­ngunan penggilingan semen yang baru di pabrik Indocement di Citeu­reup, Jawa Barat. Dengan penggi­lingan semen baru, Indocement menargetkan kapasitas produksi 2 juta ton per tahun. (*)

SPECIAL REPORT: Peluang Investasi Industri Ban Masih Terbuka

SPECIAL REPORT: Peluang Investasi Industri Ban Masih Terbuka



JAKARTA (IFT) – Peluang investasi industri ban di Indonesia masih terbuka. Penjualan otomotif nasional yang tahun lalu mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah penjualan mobil di Indonesia dan diperkirakan masih akan tetap tinggi tahun ini, diprediksi akan meningkatkan permintaan ban di dalam negeri.

Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, tahun lalu penjualan otomotif mencapai 764 ribu unit. Tahun ini, Gabungan Industri memprediksi penjualan kendaraan akan naik menjadi 800 ribu unit.

Selain tingginya penjualan otomotif yang diprediksi akan meningkatkan penjualan ban, pasokan karet alam juga menjadi faktor yang lain. Melimpahnya komoditas karet alam di dalam negeri, menurut Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian Toeti Rahajoe, membuat peluang investasi untuk industri sangat menarik minat investor.

Apalagi, Toeti menambahkan, jika struktur industri dari hulu ke hilir makin penuh diisi, biaya produksi akan makin murah dan memiliki daya saing dibandingkan industri ban dari negara lain. 

Menurut Departemen Riset IFT, industri ban nasional selama beberapa tahun terakhir juga memperlihatkan perkembangan pesat, seiring dengan pertumbuhan industri otomotif. Meski sempat terpuruk pada 2009, tahun lalu sektor industri ini berangsur-angsur membaik.

Bahkan produksi maupun penjualan mengalami kenaikan signifikan. Produksi ban mobil pada 2010 naik 28,8% dan ban sepeda motor naik 43,2% dibanding 2009. Di tahun yang sama, penjualan ban di pasar replacement naik 23,8%, pasar original equipment manufacture (OEM) naik 54,4%, dan ekspor naik 25,4%.

Adanya korelasi pertumbuhan ekonomi, juga dapat dijadikan acuan potensi industri ban beberapa tahun ke depan. Sebagai gambaran, pada 2005 produksi ban nasional naik 16% ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 7,2%. Pada 2010, produksi ban naik 33,7% saat perekonomian tumbuh 5,8%.

Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini naik 6,2% dan produksi otomotif dunia diproyeksikan naik 8,9% menjadi 64 juta unit.  Karena itu, produksi  industri ban Indonesia diperkirakan juga  akan makin tinggi mengikuti pertumbuhan industri mobil dan motor di dalam maupun luar negeri.

Peluang investasi dan potensi pasar yang masih besar itu tampaknya yang membuat investor asing menanamkan investasi langsung ataupun membeli industri ban yang sudah ada. 
Di dunia, perusahaan-perusahaan ban raksasa terlihat sedang melakukan konsolidasi dimana mereka cenderung mulai memindahkan basis industri ban mendekati bahan baku.
Salah satu investor asal Korea Selatan, Hankook Tire Co Ltd, menanamkan investasinya di Indonesia sebesar US$ 353 juta untuk membangun pabrik ban di Bekasi yang mulai beroperasi pada 2014. Ini dilakukan untuk mengamankan bahan bakunya.


PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) dikabarkan tengah dilirik investor asing. Even Go, Investor Relation Multistrada, mengakui ibarat gadis cantik beberapa waktu terakhir banyak beredar kabar ada banyak calon investor yang mau meminang Multistrada. Namun, menurut dia, dari sekian banyak calon investor belum ada yang benar-benar  final menyatakan minatnya untuk membeli saham atau bahkan menyatakan komitmennya.

“Dulu ketika kami masih kecil tidak ada yang melirik. Tapi sekarang ketika orang tahu kami sudah menjadi perusahaan kelas internasional banyak yang naksir. Namun, hingga saat ini belum kami putuskan karena belum ada investor yang benar-benar komitmen dengan kami,” katanya.
Pertumbuhan Multistrada tertinggi di Indonesia didukung oleh kegiatan-kegiatan yang menyasar komunitas pembalap. Di luar komunitas ini, merek-merek ban yang diusung Multistrada baru mulai dikenal sebagai alternatif ban replacement.
Untuk mengantisipasi permintaan ban yang tinggi, beberapa produsen menaikkan target produksi maupun penjualan mereka. PT Bridgestone Tire Indonesia misalnya, tahun ini menargetkan peningkatan kapasitas produksi naik 10% menjadi 14,4 juta ban per tahun dibanding tahun lalu.

PT Gajah Tunggal Tbk yang memiliki kapasitas produksi 24,3 juta unit akan meningkatkan kapasitas  ban  radial dari  30 ribu menjadi 45  ribu ban per hari pada 2012. Kapasitas ban sepeda motor juga akan ditingkatkan dari 37 ribu menjadi 105 ribu unit per hari.
Gajah Tunggal sebagai produsen ban untuk Michelin mendapatkan keuntungan dari prinsipalnya yang menguasai lebih dari 15% pangsa pasar ban dunia. Gajah Tunggal juga diuntungkan karena 10% dari penjualannya dari segmen Original Equipment Manufacturer (OEM) yang mengamankan sebagian penyaluran produksinya.

Multistrada juga berencana melakukan ekspansi untuk mengantisipasi tingginya permintaan ban di pasar domestik maupun pasar ekspor. Menurut Even Go, dalam laporan keuangan perseroan sudah disebutkan tentang berbagai kemungkinan untuk melakukan ekspansi usaha dan investasi, termasuk opsi  untuk masuk ke sektor hulu.
Sebagian penjualan Multistrada adalah off-take, di mana perusahaan memproduksi ban untuk brand selain Multistrada. Hal ini menguntungkan karena memberikan kesempatan perusahaan membangun kompetensi dan kualitas yang dipersyaratkan prinsipalnya.

Perseroan, kata Go, tahun ini investasi US$ 147 juta untuk ekspansi. Kapasitas produksi tahun ini untuk ban mobil ditingkatkan menjadi 7,5 juta unit per tahun, naik 30% dibandingkan tahun lalu. Sedangkan untuk ban sepeda motor naik menjadi 5 juta unit tahun ini dari 2,5 juta unit tahun lalu.

Bosowa Investasi US$ 120 juta untuk Ekspansi di Industri Semen

Bosowa Investasi US$ 120 juta untuk Ekspansi di Industri Semen


Bosowa Corporation menginvestasikan US$ 120 juta untuk meningkatkan kapasitas produksi semen dan membeli kapal pengangkut semen. (IFT/STANLIE) JAKARTA (IFT) – Bosowa Corporation, induk perusahaan PT Semen Bosowa menginvestasikan US$ 120 juta untuk meningkatkan kapasitas produksi semen dan membeli kapal pengangkut semen guna merespons pertumbuhan penjualan semen nasional di masa mendatang. Bosowa akan mengandalkan sumber dana  dari pinjaman perbankan sebesar 70% dan 30% lainnya dari kas internal.

Erwin Aksa, Presiden Direktur Bosowa Corporation, mengatakan saat ini Semen Bosowa memiliki pabrik di Batam dan Maros, Sulawesi Selatan. Total kapasitas produksi dari kedua pabrik tersebut sebesar 3,5 juta ton per tahun. Bosowa berencana membangun pabrik tambahan berkapasitas 1 juta ton di Maros dengan nilai investasi US$ 70 juta. Sehingga nantinya total kapasitas produksi Semen Bosowa akan menjadi 4,5 juta ton dari sebelumnya 3,5 juta ton per tahun.

 “Investasi ini untuk membangun pabrik baru dan menambah kapasitas produksi di Maros sebanyak 1 juta ton per tahun. Kami targetkan pabrik baru tersebut bisa beroperasi pada akhir tahun depan,” kata dia di Jakarta, Rabu.

Menurut Erwin, penjualan Semen Bosowa tahun depan diprediksi sebesar 3,5 juta ton atau sama dengan target tahun ini. Namun setelah pabrik tambahan di Maros beroperasi, perseroan menargetkan penjualan semen bisa mencapai 4,5 juta ton di 2013. Realisasi penjualan Semen Bosowa per Januari-September 2011 diperkirakan sebesar 3 juta ton atau merepresentasikan 86% dari total target penjualan tahun ini sebesar 3,5 juta ton.

“Target penjualan semen kami harapkan bisa tercapai hingga akhir tahun karena permintaan semen tetap stabil menyusul pertumbuhan bisnis properti dan infrastruktur,” ungkapnya.

Asosiasi Industri Semen memproyeksikan penjualan di 2012 sebanyak tumbuh 10%-11%menjadi 50 juta ton per tahun dibandingkan target tahun ini sebesar 45 juta-46 juta ton per tahun. Tahun ini asosiasi merevisi target penjualan semen dari sebelumnya diprediksi sebesar 43 juta ton seiring tumbuhnya sektor properti dan infrastruktur sebagai sektor konsumen utama semen nasional.

Joint Venture

Guna mendukung pertumbuhan penjualan semen, Bosowa Corporation melalui anak usahanya PT Malomo menjalin kemitraan bisnis CTI Group, perusahaan penyedia jasa transportasi semen dan klinker asal Jordania dengan mendirikan PT Bosowa Lyod.

”Ini merupakan kerja sama joint venture dengan kepemilikan saham masing-masing 50%,” ungkap Erwin.

Guna mendirikan perusahaan baru tersebut, Bosowa Corporation menyiapkan investasi sebesar US$ 50 juta untuk membeli 10 kapal pengangkut semen. Tahun ini lima kapal pengangkut semen telah beroperasi. Lima kapal lainnya akan dibeli di 2012 guna melengkapi armada sebanyak 10 unit kapal pengangkut semen.

Erwin memaparkan dengan memiliki kapal pengangkut semen maka akan meningkatkan volume distribusi semen ke pelosok Indonesia. Dia menilai strategi ini bisa menekan biaya sewa kapal sebesar 20%-30%, sehingga lebih efisien. Penjualan Semen Bosowa sebesar 30%-nya dikontribusi dari pasar di Sulawesi, sedangkan sisanya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. (*)

Pertumbuhan Industri Kertas Semester II Diproyeksi Di Atas 5%

Pertumbuhan Industri Kertas Semester II Diproyeksi Di Atas 5%

Kapasitas produksi terpasang kertas di dalam negeri tercatat sebesar 12,9 juta ton per tahun namun baru digunakan 90% dari total kapasitas. (BLOOMBERG/HENRIK KETTUNEN) JAKARTA (IFT) – Kinerja industri kertas di semester II 2011 diprediksi meningkat dibanding pertumbuhan di semester I yang diproyeksi sebesar 5% seiring meningkatnya konsumsi kertas nasional. Muhammad Mansur, Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, mengatakan pertumbuhan industri kertas didukung oleh daya saing produk kertas yang tinggi, baik dari sisi kualitas maupun harga.  

Menurut Mansur, pertumbuhan industri kertas nasional tidak akan menemui kendala berarti di masa mendatang. Sebab saat ini volume produksi industri kertas semakin bertambah seiring dengan ekspansi dan penambahan sembilan pabrik baru sejak akhir tahun lalu. Kesembilan pabrik itu di antaranya berlokasi di Medan, Jakarta dan Jawa Timur.  

Kapasitas produksi terpasang kertas di dalam negeri tercatat sebesar 12,9 juta ton per tahun, namun baru digunakan 90% dari total kapasitas. Konsumsi di dalam negeri mencapai 6,8 juta ton, sehingga sisanya produksi kertas domestik di ekspor. Sementara produk kertas impor tercatat mencapai 0,3 juta ton.

Departemen Riset IFT menilai, pasar industri kertas akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Konsumsi akan terdongkrak karena daya beli masyarakat meningkat, konsumsi rumah tangga meningkat. Hal ini berpengaruh positif pada industri kertas.
 
Bila dibanding dengan negara lain, konsumsi kertas Indonesia masih jauh dari ideal. Malaysia, misalnya, sudah 36 kilogram, Singapura 46 kilogram, dan negara-negara di Eropa sebesar 41 kilogram per kapita per tahun.

Berdasarkan data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, kapasitas produksi bubur kertas (pulp) di Indonesia mencapai 8 juta ton per tahun, sedangkan produksi kertas nasional mencapai 10 juta ton per tahun. Tingkat produksi tersebut belum optimal. Tingkat pemanfaatan pada industri pulp baru sekitar 93%, sedangkan di sektor kertas bahkan baru mencapai 84% dari kapasitas terpasang.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang positif kedepan maka semester ke II tahun ini, maka diperkirakan industri kertas akan tumbuh positif seiring pertumbuhan ekonomi nasional yang akan meningkatkan daya beli masyarakat dan akan meningkatkan penggunaan kertas nasional.

Grup Sinar Mas

Asia Pulp and Paper, salah satu divisi usaha Sinar Mas Group yang membawahi sejumlah perusahaan yang bergerak di sektor pulp dan kertas, menargetkan volume penjualan semester II 2011 sama dengan semester I 2011. Wilson TP Siahaan, Corporate Public Affairs & Goverment Relation Asia Pulp and Paper (APP), mengatakan penjualan kertas untuk industri yang mencapai 50 persen dari total penjualan diharapkan menjadi penopang dari volume penjualan di 2011. Selain itu, penjualan kertas untuk Al-Qur’an juga ikut berkontribusi.  

Penjualan kertas untuk Al-Qur’an Asia Pulp and Paper ditujukan untuk pasar ekspor ke 96 negara, seperti ke negara Timur Tengah, yakni Iran, Uni Emirat Arab dan Kuwait.
“Permintaan kertas untuk Al-Qur’an dari Timur Tengah melonjak seiring bulan Ramadhan kali ini,” katanya.

Penjualan Asia Pulp and Kertas terutama berasal dari dua anak usahanya, PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM). Di semester I 2011, Indah Kiat Pulp and Paper membukukan kenaikan penjualan sebesar 8%  menjadi US$ 1,33 miliar dan Tjiwi Kimia naik 4,7% menjadi US$ 721 juta.

Vicky Rachman, Rukmi Hapsari, Adi Teguh

Pertumbuhan Penjualan Industri Plastik Hilir Diproyeksikan Melambat

Pertumbuhan Penjualan Industri Plastik Hilir Diproyeksikan Melambat

Volume penjualan industri plastik hilir menjelang puasa dan Lebaran tahun ini melambat. Padahal, biasanya pada periode ini permintaan produk plastik cukup besar. (IFT/MS FAHMI) JAKARTA (IFT) – Volume penjualan industri plastik hilir  nasional diprediksi akan melambat di 2011 dibandingkan rata-rata pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 7%. Tjokro Gunawan, Ketua Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia, memperkirakan perusahaan plastik hilir kategori besar akan mengalami penurunan volume penjualan sebesar 5%. Bahkan, dari sisi nilai penjualan lebih besar, penurunan yang terjadi lebih besar, yakni 15%.

“Saya tidak tahu apakah ini karena daya beli masyarakat yang turun atau pengaruh dari produk impor,” katanya di Jakarta, Kamis. 

Menurut Tjokro, fenomena penurunan volume penjualan tidak biasanya terjadi. Apalagi, menjelang puasa dan Lebaran yang selalu membutuhkan plastik dalam jumlah lebih. Di bulan-bulan ini seharusnya volume maupun nilai penjualan mengalami peningkatan. Fakta yang yang terjadi sebaliknya, industri plastik hilir mengalami pelambatan volume dan nilai penjualan.

Kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China membuat barang jadi plastik impor dari ASEAN dan China bebas bea masuk ke pasar Indonesia. Jika tidak memiliki daya saing, industri plastik lokal akan kalah bersaing di pasar domestik.

Kesepakatan tersebut juga akan mendorong relokasi pabrik ke negara lain di kawasan ASEAN, sebab untuk menjualnya kembali ke Indonesia sudah bebas bea masuk. Sedangkan industri plastik lokal masih harus impor pasokan bahan baku. Di sisi lain, manfaat positifnya perusahaan plastik yang melakukan ekspor ke kawasan ASEAN dan China juga bebas bea masuk. 

“Pabrik Johnson & Johson misalnya, pindah ke Thailand untuk mencari lokasi yang bisa memproduksi barang secara lebih murah. Sebab semua bahan baku tersedia di Thailand,” katanya. 

Felix S. Hamidjaja, Ketua Umum Asosiasi Industri Kemasan Flexible Indonesia, mengatakan kebutuhan bahan baku plastik, seperti polypropylene tahun ini diprediksikan mencapai 1,1 juta ton, yang 60% di antaranya dipenuhi dari dalam negeri dan sisanya impor. Sedangkan kebutuhan industri plastik akan polyethylene mencapai 200 ribu ton per tahun.

Menurut Departemen Riset IFT, industri plastik hilir nasional dapat melemah dikarenakan banyaknya masuk produk kemasan plastik jadi impor, terutama dari kawasan ASEAN yang bebas bea masuk. Keadaan diperparah dengan kendala bahan baku, sehingga dibutuhkan peran pemerintah terhadap ketersediaan kebutuhan bahan baku industri plastik sementara domestik tidak dapat memenuhi.

Bahan baku industri plastik polypropylene dan polyethylene dibuat dari nafta yang berasal dari minyak bumi. Hanya PT Pertamina (Persero) yang menghasilkan nafta di dalam negeri, tapi 60% produksinya diekspor.

Dengan mengimpor bahan baku plastik dari luar ASEAN maka dikenakan bea masuk 15%. Hal ini menjadikan harga tidak kompetitif, sehingga tidak dapat bersaing dengan porduk sejenis di pasar internasional dan domestik dengan masuknya produk-produk asing.

Bea Masuk

Tjokro mengatakan industri plastik hilir nasional juga meminta agar pemerintah menurunkan bea masuk bahan baku plastik menjadi 5% dari sebelumnya 15%, seiring rencana pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19 Tahun 2009 dengan menurunkan bea masuk polypropilene dari 15% menjadi 10%.

“Sebenarnya turun menjadi 10% pun tidak apa-apa, asalkan tanpa embel-embel tata niaga,” katanya. Tingginya bea masuk yang harus ditanggung industri plastik hilir mengakibatkan biaya bahan baku menjadi lebih tinggi dan produk yang dihasilkan menjadi tidak bersaing.

Totok Wibowo, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Aneka Tenun Plastik Indonesia,  menambahkan Indonesia masih memakai rezim proteksi di sektor hulu namun justru malah merugikan industri hilir. 

“Seharusnya pemerintah meningkatkan daya saing industri, bukan sedekar pr

Pertumbuhan Industri Manufaktur Kuartal II 4,79%

Pertumbuhan Industri Manufaktur Kuartal II 4,79%

Pertumbuhan industri manufaktur kuartal II 2011 ditopang oleh industri mesin listrik, logam dasar, dan barang berbahan kimia. (IST) JAKARTA (IFT) – Pertumbuhan produksi industri manufaktur kuartal II 2011 sebesar 4,79%. Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik, dalam keterangan tertulisnya, Senin mengungkapkan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang kuartal II 2011 sebesar 4,79% dibanding kuartal II 2010.

Selama tiga tahun terakhir, terjadi kenaikan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada kuartal II. Pada kuartal II 2010 pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang naik 4,30 persen dari kuartal II 2009, pertumbuhan kuartal II 2009 naik 0,64 persen dari kuartal II 2008. Secara kuartalan, produksi industri manufaktur besar dan sedang pada kuartal II 2011 naik 1,56% dari kuartal I 2011.

Jenis-jenis industri yang mengalami kenaikan pada kuartal II 2011 dari kuartal II 2010, di antaranya industri mesin listrik dan perlengkapannya naik 19,96%, logam dasar naik 18,3%, kimia dan barang-barang dari bahan kimia naik 14,6%, kulit dan barang dari kulit dan alas kaki naik 14,3%, kertas dan barang dari kertas naik 11,47%, pengolahan tembakau tumbuh 11,06%, makanan dan minuman naik 8,7%, barang-barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya naik 8,3%, tekstil naik 7,25%, serta barang galian bukan logam naik 5,22%.

Untuk industri yang mengalami penurunan produksi pada kuartal II 2011, di antaranya industri karet dan barang dari karet dan barang dari plastik turun 7,29%. Industri kayu dan barang-barang dari kayu turun 1,09%.

Panggah Susanto, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, mengatakan salah satu faktor penopang pertumbuhan industri manufaktur adalah pertumbuhan industri logam dasar yang di kuartal II mencapai 18,3%. Hal ini disebabkan konsumsi masyarakat terhadap produk logam dan sejenisnya sedang tinggi. Saat ini perbedaan antara konsumsi dan produksi besi dan baja lebih besar konsumsinya.

“Perbedaan ini mendorong pabrik meningkatkan kapasitas produksi dan berinvestasi,” katanya kepada IFT, Senin.

Tren pertumbuhan ini juga didorong oleh upaya pemerintah memberlakukan Standar Nasional Indonesia dan kebijakan antidumping untuk melindungi pasar domestik serta mendorong pertumbuhan produsen lokal dan mencegah masuknya produk impor non-standar. 

Menurut Departemen Riset IFT, pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang kuartal II 2011 meningkat dibanding pertumbuhan kuartal II 2010 sebesar 4,30%. Hal ini menunjukkan kondisi industri manufaktur di Indonesia yang mengalami peningkatan di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang stabil dan bertumbuh.

Industri mesin listrik mengalami peningkatan 19,96%, paling tinggi di antara industri manufaktur lainnya. Pertumbuhan industri logam dasar sebesar 18,30%, menempati urutan kedua pertumbuhan industri. Pertumbuhan barang dari bahan kimia sebesar 14,6%, menempati pertumbuhan tertinggi ketiga.

Hal ini menunjukkan pertumbuhan industri manufaktur digerakkan oleh industri mesin listrik, logam dasar, dan barang berbahan kimia. Ini merupakan hal yang positif di tengah upaya industri manufaktur ditingkatkan kembali agar dapat bersaing di pasar domestik dan  menghadapi free trade area.

Target Meleset

Realisasi pertumbuhan industri manufaktur yang dilansir Badan Pusat Statistik menunjukkan target pertumbuhan sebesar 6% di kuartal II yang ditetapkan Kementerian Perindustrian tidak tercapai.

Arryanto Sagala, Kepada Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian,  mengatakan realisasi pertumbuhan industri di kuartal II seharusnya lebih tinggi dari angka yang dipublikasi Badan Pusat Statistik.

“Angka yang dilansir Badan Pusat Statistik itu dibandingkan dengan angka yang mana?”  katanya kepada IFT, Senin.

Dalam kalkukasi Kementerian Perindustrian, pertumbuhan industri kuartal II diprediksi lebih besar dari realisasi pertumbuhan di kuartal I yang mencapai 5,75%. Meskipun lebih tinggi dari realisasi kuartal I, Arryanto mengakui pertumbuhan kuartal II belum mencapai 6%.

Kalkulasi perhitungan Kementerian Perindustrian ini menggunakan acuan angka yang ada dalam rencana pembangunan jangka menengah. Bahkan jika kebijakan insentif perpajakan diberlakukan, pertumbuhan bisa lebih tinggi lagi.

“Pada kuartal II ini baru fasilitas bea masuk ditanggung oleh pemerintah yang keluar. Padahal, kalangan industri sudah mengimpor bahan baku sejak Januari. Jadi mereka tidak kebagian fasilitas itu,” ujarnya.

Arryanto mengatakan target pertumbuhan industri manufaktur sebesar 6% di 2011 tidak akan direvisi. Kementerian Perindustrian optimistis target tersebut bisa tercapai.

Selasa, 11 Oktober 2011

Pemerintah Jamin Pasokan Bahan Baku Pabrik P&G

Pemerintah Jamin Pasokan Bahan Baku Pabrik P&G

P&G menyiapkan investasi untuk membangun pabrik fatty alcohol seiring potensi peningkatan permintaan fatty alcohol menjadi 200 ribu metrik ton per tahun dalam 10 tahun mendatang. (BLOOMBERG/TOM UHLMAN) JAKARTA (IFT) – Pemerintah menjamin ketersediaan pasokan bahan baku bagi pabrik fatty alcohol yang akan dibangun Procter & Gamble (P&G) senilai US$ 100 juta. MS Hidayat, Menteri Perindustrian, mengatakan pemerintah optimistis P&G akan merealisasikan investasinya di Indonesia karena jaminan ketersediaan bahan baku minyak sawit (CPO). Apalagi, pemerintah menargetkan produksi minyak sawit menjadi 40 juta ton pada 2020.

Data Kementerian Perindustrian menyebutkan produksi CPO nasional pada 2010 sebesar 20,3 juta ton per tahun dan produksi crude palm kernel oil (CPKO) sebanyak 2,5 juta ton per tahun.
Kapasitas produksi ini membuat Indonesia menjadi penghasil CPO dan CPKO terbesar di dunia.  Sedangkan Malaysia merupakan negara produsen kedua terbesar.

“Dalam melakukan investasi, P&G ingin mendapatkan kepastian jaminan pasokan bahan baku dari pemerintah guna memenuhi permintaan oleokimia di pasar global,” katanya.

Rencana investasi P&G disampaikan oleh manajemen produsen kebutuhan rumah tangga itu  kepada jajaran pejabat Kementerian Perindustrian di Jakarta, Senin.

Menurut Hidayat, investasi yang disiapkan P&G untuk membangun pabrik fatty alcohol untuk mengantisipasi potensi peningkatan permintaan fatty alcohol menjadi 200 ribu metrik ton per tahun dalam 10 tahun mendatang.

Bambang Sumaryanto, Direktur Hubungan Eksternal PT P&G Home Products Indonesia, mengungkapkan rencana investasi perusahaan prinsipal tersebut. Menurut dia, investasi US$ 100 juta merupakan investasi awal. Tapi Bambang belum mau merinci lebih detail tentang rencana investasi itu.

Tawarkan Insentif

Pemerintah menargetkan pertumbuhan investasi oleokimia dengan dibangunnya kawasan ekonomi khusus, salah satunya cluster kelapa sawit di Sei Mangkei, Sumatera Utara.

Rencananya, pemerintah akan mendeklarasikan kawasan ini pada 27 Mei. Pemerintah akan membangun fasilitas infrastruktur untuk mendukung industri hulu hingga hilir kelapa sawit.

“Jika ini berjalan sesuai rencana, pemerintah akan memberikan kemudahan bagi investor, seperti insentif perpajakan, kemudahan akuisisi lahan, pembebasan bea masuk atau pengurangan pajak daerah,” kata Hidayat.  

Pemerintah juga menawarkan dua skema insentif yang bisa memicu pertumbuhan investasi oleokimia, yakni insentif pajak melalui Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2008 yang diantaranya mengurangi pajak penghasilan maksimal 30% dalam lima tahun bagi produsen oleokimia.

Skema berikutnya adalah disinsentif melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 Tahun 2010, yang di antaranya mencantumkan pengenaan bea keluar untuk komoditas CPO dan CPKO.

“Ini sedang dalam tahap rekstruktrurisasi, mudah-mudahan prosesnya selesai dalam waktu dekat agar bisa menarik investasi,” ujar Hidayat.

Departemen Riset menilai pemanfaatan CPO sebagai bahan baku di dalam negeri
akan mempunyai efek berganda, di antaranya penguatan struktur industri, peningkatan nilai tambah,  pertumbuhan sub-sektor ekonomi lainnya, pengembangan wilayah industri, dan proses alih teknologi. Juga untuk memperluas lapangan kerja, menghemat sekaligus meningkatkan devisa, dan meningkatkan penerimaan pajak bagi pemerintah

Dengan percepatan program penguatan industri hilir produk CPO, diharapkan pemanfaatan bahan baku CPO di dalam negeri untuk diolah menjadi produk yang bernilai tambah tinggi akan meningkat pesat.

Perindustrian Masih Berharap Pasokan Gas Domestik

Perindustrian Masih Berharap Pasokan Gas Domestik

Kementerian Perindustrian menilai kebutuhan gas industri masih bisa dipenuhi dari pasokan gas domestik. (IFT/MELLY RIANA SARI) JAKARTA (IFT) – Kementerian Perindustrian masih berharap agar kebutuhan gas bagi industri nasional dipenuhi dari pasokan gas domestik sehingga rencana impor gas bisa dikaji ulang. MS Hidayat, Menteri Perindustrian, mengatakan salah satu opsi agar target pasokan gas industri di 2011-2012 sebesar 2.900 juta meter standar kaki kubik per hari (mmscfd) bisa direalisasikan adalah mengalihkan jatah ekspor gas ke Singapura. 

“Ini kan dilema, kita ekspor ke Singapura begitu besar, sedangkan dalam negerinya sendiri nggak bisa terpenuhi,” ujarnya.

Menurut Hidayat, pemerintah telah memikirkan rencana lain untuk memenuhi kebutuhan gas domestik, yakni dengan skema impor gas. Bahkan, Kementerian Perindustrian sudah membicarakan masalah ini dengan importir gas yang akan menyewa terminal gas tapung. Izin impor gas sudah didapatkan, sehingga jika dirasa mendesak maka opsi impor gas akan direalisasikan. 

“Saya sudah dapat izin dari pemerintah, dari Presiden, kalau memang sangat mendesak, impor nggak apa-apa,” ujarnya.

Panggah Susanto, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, mengatakan sebenarnya ada 3 blok penghasil gas yang bisa memenuhi kebutuhan gas industri domestik. Di antaranya, blok  Tangguh dengan potensi 879,57 juta meter standar kaki kubik per hari, serta blok Cepu dan Mahakam sebesar 2.346 juta meter standar kaki kubik per hari sebagaimana yang tercantum dalam target anggaran pendapatan belanja negara 2011-2012. 

“Masih belum tahu kapan memutuskan untuk impor. Lebih baik memakai gas yang ada di dalam negeri. Yang pasti secepatnya,” katanya.

Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi, mengatakan Santos, perusahaan minyak dan gas asal Australia pernah merencanakan untuk mengadakan perbaikan di fasilitas produksinya sehingga berdampak pada penghentian operasi  sementara sekitar 15 hari. Padahal lapangan Maleo yang berlokasi di Kabupaten Sumenep memproduksi gas sebesar 120 juta kaki kubik per hari disalurkan ke PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), yang nantinya disalurkan ke industri domestik.

Namun kalangan pelaku industri memprotes hal ini karena akan menyebabkan kekurangan gas pada industri. Akhirnya, beberapa hari sekali pasokan gas terhenti. “Santos belum memutuskan kapan akan perbaikan,” ujarnya.

Menurut Safiun, walaupun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah sanggup untuk mendanai pembuatan infrastruktur, namun belum di putuskan untuk mengambil gas dari mana.

Safiun mengatakan, pilihan untuk impor gas merupakan pilihan yang baik. Infrastruktur dari Aceh bisa langsung di salurkan melalui Duri, kemudian menuju Sumatera Selatan dan di salurkan ke jawa barat. Jika pilihan untuk impor batal, maka ia meminta gas dari lapangan Grissik, Blok Koridor, Sumatera Selatan  yang dikelola ConocoPhillips Indonesia sebesar 400-500 juta kaki kubik per hari (mmscfd) yang di ekspor ke Singapura  untuk di tutup dan di belokkan ke Indonesia.

Kebutuhan akan gas industri saat ini sebesar 2942 juta meter standar kaki kubik per hari. Namun gas yang tersedia saat ini termasuk dari lapangan gas Maleo hanya sebesar 780 juta meter standar kaki kubik per hari.

Larangan Ekspor Gas

Larangan Ekspor Gas

Departemen Riset IFT menilai harga jual ekspor gas jauh lebih tinggi dibanding harga jual untuk domestik. Porsi ekspor lebih tinggi daripada domestik dapat dimaklumi karena perbedaan harga tersebut. Apalagi, pemilik ladang gas di Indonesia mayoritas adalah swasta atau asing.

Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah melakukan pelarangan terhadap PT Pertamina (Persero) untuk mengekspor hasil gasnya. Bahkan jika mampu mengakuisisi kepemilikan ladang gas milik swasta dan asing, sehingga hasil produksi gas dapat dioptimalkan untuk kebutuhan gas domestik.

LNG Tangguh juga telah memperoleh empat kontrak jangka panjang dengan Fujian LNG di Cina, K-Power dan Pohang Iron Steel Corporation (Posco) di Korea, serta Sempra Energy di Meksiko. Gas bumi dari lapangan Tangguh di Papua ini diekspor melalui kapal setelah diproses menjadi liquid natural gas pada kilang LNG Tangguh.

Dari kapasitas total kilang yang mencapai 7,6 juta ton per tahun, 7,4 juta ton di antaranya sudah terjual ke sejumlah pembeli, di antaranya Sempra Energy Marketing Co sebesar 3,7 juta ton per tahun, Fujian 2,6 juta ton per tahun, serta Posco dan K-Power 1,1 juta ton per tahun.

Sisa volume sebesar 125 ribu ton per tahun tersebut merupakan bagian dari sisa kapasitas kilang LNG Tangguh 200 ribu ton per tahun. Sebesar 125 ribu ton dijual oleh Pertamina kepada Tohoku Electric Power Co, Jepang. Hal ini juga masih dapat dimaklumi, karena PT Donggi Senoro LNG, perusahaan penanaman modal asing yang menjalankan atau mengoperasionalkan LNG Tangguh,  kepemilikan sahamnya dikuasai 51% oleh Mitsubishi Corporation. Sisanya, 29% PT Pertamina EP dan 20% oleh PT Medco Energi International Tbk (MEDC).

Apabila pemerintah ingin dapat mengoptimalkan perannya, pemerintah dapat mendominasi porsi kepemilikan Pertamina pada LNG Tangguh tersebut, sehingga hasil produksi gas LNG Tangguh tidak lagi untuk ekspor melainkan porsinya dapat diperbesar untuk domestik. (*)

Pemerintah Akan Tambah Pasokan Gas Industri di 2012

Pemerintah Akan Tambah Pasokan Gas Industri di 2012

Pasokan gas industri diproyeksikan akan meningkat dengan adanya alokasi tambahan dari domestik serta impor. (BLOOMBERG NEWS) JAKARTA (IFT) – Defisit pasokan gas industri diproyeksikan akan berkurang di 2012 seiring  adanya  alokasi tambahan yang disalurkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, melalui PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan dari impor. MS Hidayat, Menteri Perindustrian, mengatakan alokasi tambahan untuk memasok kebutuhan gas sambil menunggu selesainya terminal gas penerima terapung pada akhir 2012.

"Sambil menunggu floating terminal selesai akhir 2012, kekurangan gas akan dipenuhi dari impor atau Perusahaan Gas yang dapat jatah lebih dari Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi," kata Hidayat, Kamis. 

Menurut Hidayat, Kementerian Perindustrian telah membicarakan hal tersebut ke Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi agar memberi kepastian pasokan gas tambahan bagi Perusahaan Gas sebelum terminal terapung rampung dibangun, sehingga kasus penghentian pasokan gas di tengah produksi seperti yang terjadi di wilayah Jawa Timur tidak akan terulang.

Namun hingga saat ini belum ada konfirmasi dari Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak
dan Gas Bumi tentang berapa tambahan pasokan gas yang akan diberikan kepada Perusahaan Gas dan bisa disalurkan ke industri.

Hidayat menambahkan apabila negoisasi harga gas dilepas pada level komersial disepakati, maka pemerintah akan menyetujuinya asalkan ada jaminan kestabilan pasokan. 
"Kalau untuk industri dikenakan harga komersial, tidak masalah asalkan gas ada. Jangan sampai sudah diputuskan komersial, tapi gasnya tidak mengalir secara baik," katanya.

Total kebutuhan pasokan gas bagi industri, di antaranya untuk industri pupuk sebesar 807 juta standar metrik kaki kubik per hari (mmscfd) baru dipenuhi 85% dan industri manufaktur sebesar 1.900 juta standar metrik kaki kubik per hari baru dipenuhi 65%.

Menurut Hidayat, realisasi pasokan gas industri manufaktur hingga akhir tahun ini masih akan kurang dan tidak memenuhi kebutuhan. Pemerintah akan mengupayakan kebutuhan gas industri dari pasokan domestik. Saat ini pemerintah sedang sedang menyusun rencana perlengkapan infrastruktur untuk menyalurkan gas. Sumber gas antara lain berasal dari lapangan gas Tangguh. 

Tony Tanduk, Direktur Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, mengatakan impor gas memang jadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri.
Menurut dia, Kementerian Perindustrian melakukan upaya-upaya koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam menjamin pasokan gas untuk industri pupuk.

Selain itu, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman pasokan gas antara Perusahaan Gas dengan Forum Industri serta menjajaki sumber gas lain, seperti dari lapangan gas Tangguh dan impor.

Pesimistis

Achmad Safiun, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi, mengatakan pemerintah lebih cenderung mengekspor gas daripada mengalokasikannya bagi kebutuhan industri nasional. Akibatnya, pasokan gas bagi industri manufaktur diprediksi masih belum akan terpenuhi pada 2012 dengan minimnya alokasi gas untuk domestik.

“Kami sudah memperjuangkan mendapat suplai gas, namun pemerintah tidak menanggapinya dengan serius. Tahun depan sepertinya industri juga tidak akan mendapat pasokan gas yang memadai,” kata dia.

Menurut Safiun, industri pengguna gas meminta pemerintah mengurangi ekspor gas sehingga bisa dialokasikan untuk kebutuhan industri dalam negeri.

Menurut Departemen Riset IFT, permasalahan utama gas industri manufaktur adalah belum terpenuhinya pasokan gas karena realisasi pasokan  jauh lebih rendah dari kebutuhan. Hal ini karena porsi gas yang diekspor lebih besar dari porsi gas untuk domestik. Porsi gas domestik masih diutamakan untuk industri pupuk dan listrik terlebih dahulu, baru kemudian untuk industri manufaktur. (*)

Industri Pupuk Masih Kekurangan Pasokan Gas

Industri Pupuk Masih Kekurangan Pasokan Gas


 
Saat ini pemenuhan kebutuhan gas untuk pupuk baru 80% atau 793 juta meter standar kaki kubik per hari. (ANTARA/ZABUR KARURU) JAKARTA (IFT) – Industri pupuk hingga saat ini masih kekurangan pasokan gas sebesar 20% dari total kebutuhan sebanyak 807,2 juta meter standar kaki kubik per hari. Tony Tanduk, Direktur Kimia Dasar, Kementerian Perindustrian mengatakan masalah pasokan gas masih menjadi kendala utama bagi industri pupuk saat ini.