Label

Kamis, 14 April 2011

Konstruksi Proyek Chemical Grade Alumina Tayan Dimulai

Konstruksi Proyek Chemical Grade Alumina Tayan Dimulai
Home arrow Rilis, Laporan dan Presentasi arrow Rilis Media
Jakarta, 11 April 2011 – PT ANTAM (Persero) Tbk (Antam; ASX – ATM, IDX – ANTM) mengumumkan dimulainya konstruksi proyek Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan senilai sekitar US$450 juta. Menteri Perindustrian RI, M.S. Hidayat secara resmi melakukan seremoni pemancangan tiang pertama proyek yang berlokasi di Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Seremoni ini juga dihadiri Ketua BKPM, Gita Wirjawan, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis M. H., dan pejabat pemerintah lainnya.
Proyek CGA Tayan dikembangkan oleh anak perusahaan Antam, PT Indonesia Chemical Alumina (ICA), yang merupakan perusahaan patungan antara Antam dengan Showa Denko K.K. (SDK) Jepang. Antam memiliki 80% saham PT ICA dengan sisa kepemilikan 20% saham dipegang oleh SDK. Pendanaan untuk proyek ini berasal dari dana internal Antam dan SDK, pinjaman dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) serta debt guarantee disediakan oleh Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC). Sementara proses konstruksi dilakukan oleh konsorsium unincorporated PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, Tsukishima Kikai Co. Ltd. Jepang dan PT Nusantara Energi Abadi (Nusea).
Konstruksi proyek CGA Tayan diperkirakan akan berjalan selama 32 bulan dengan operasi komersial dimulai pada bulan Januari tahun 2014. Proyek CGA Tayan akan mengolah cadangan bauksit Antam untuk memproduksi 300.000 ton CGA per tahun. Komoditas CGA akan diekspor ke Jepang dan negara-negara lainnya, serta dijual untuk pasar domestik Indonesia. Istilah chemical grade alumina merujuk secara umum pada produk bahan kimia berupa aluminum hidroksida dan alumina yang digunakan untuk aplikasi industri yang bukan industri aluminum. Aluminum hidroksida adalah produk intermediate dan merupakan bahan yang dapat digunakan dalam penjernihan air. Sedangkan alumina dapat digunakan untuk memproduksi bahan pendukung komponen elektronik. Beberapa produk yang menggunakan CGA diantaranya refractories, abrasives, produk bangunan, Integrated Circuit (IC) dan juga bahan untuk LCD screen.
Dimulainya konstruksi proyek CGA Tayan menandai eksekusi strategi jangka panjang Antam. Antam berharap proyek CGA Tayan akan menghasilkan imbal hasil yang optimal bagi pemegang saham melalui pengolahan cadangan bauksit Antam yang berjumlah besar dan berkualitas tinggi. Proyek CGA Tayan memiliki potensi pendapatan sekitar US$200 juta per tahun bagi ICA. Proyek CGA Tayan yang merupakan bagian dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2015 Koridor Kalimantan, diharapkan dapat memberikan dampak positif dan memberi nilai tidak hanya bagi Antam dan SDK namun juga bagi pemangku kepentingan setempat, terutama dalam hal pengembangan ekonomi masyarakat setempat, penciptaan lapangan kerja, kontribusi bagi pendapatan daerah, serta multiplier effects lainnya bagi masyarakat Kalimantan Barat, terutama masyarakat Kabupaten Sanggau.

Rabu, 13 April 2011

Chandra Asri Bangun Terminal LPG di Banten


Selasa, 15 Februari 2011 | 12:42
JAKARTA- Perusahaan nasional PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) menggandeng operator kilang asal Singapura, Vopak Asia Pte Ltd (Vopak) untuk membangun terminal liquefied petroleum gas (LPG) di Cilegon, Banten dengan investasi sekitar US$ 150 juta.

Presdir CAP, Erwin Ciputra mengatakan, pada saat ini pihaknya tengah mempelajari kajian teknis, kelayakan lingkungan, lokasi dan perizinan yang diperlukan untuk membangun terminal LPG tersebut.

"Pembangunan fisik terminal LPG akan dimulai pada akhir 2011, dan direncanakan sudah dapat beroperasi pada 2014," katanya dalam siaran persnya yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.

Pihaknya merencanakan kapasitas penyaluran dan distribusi LPG dari terminal itu mencapai satu juta ton per tahun.

Ia mengatakan keberadaan terminal LPG itu sangat strategis, tidak hanya bagi CAP yang akan membangun pabrik petrokimia terintegrasi yang besar, tapi juga bagi pasokan dan distribusi LPG untuk industri lainnya, terutama di sekitar Banten.

"Proyek pembangunan terminal LPG juga sangat strategis dalam mendukung upaya kami melakukan diversifikasi bahan baku," kata Erwin.

Pabrik olefin CAP membutuhkan bahan baku berupa nafta sebesar 1,7 juta ton per tahun. Dengan beroperasinya terminal LPG kelak, ia berharap bisa menjadikan LPG sebagai bahan baku alternatif pengganti nafta sebesar 10-15% dari total kebutuhan.

"Dengan demikian operasional pabrik dapat lebih fleksibel dengan tidak tergantung pada pasokan nafta saja," katanya.

Pasokan LPG dari terminal itu juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi pabrik CAP. Pihak CAP dan Vopak telah menandatangani nota kesepahaman  proyek pembangunan terminal LPG pada Januari 2011. Pada kerja sama tersebut, CAP menyediakan lahan, fasilitas pelabuhan, utilitas dan infrastruktur lain.

"Dari tiga pelabuhan yang saat ini dimiliki CAP, salah satunya akan dijadikan terminal LPG tersebut," katanya. Sedangkan Vopak akan membangun tempat penimbunan LPG sementara dan infrastruktur yang terkait langsung dengan kilang.

"Operasional terminal tersebut akan dikelola perusahaan patungan antara CAP dan Vopak," ujar Erwin.

Ia juga menjelaskan, pembangunan terminal LPG tersebut merupakan bagian dari rencana strategis perusahaan dalam melakukan ekspansi usaha serta meningkatkan kapasitas produksi.

Saat ini, CAP tengah melakukan program debottlenecking produksi polipropiline (PP) dengan menambah mesin baru untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 360.000 ton menjadi 480.000 ton per tahun.

"Untuk menambah mesin baru, kami mengeluarkan dana investasi sekitar Rp300 miliar, dan rencananya akan beroperasi pada April 2011," kata Erwin.

Selain itu, CAP juga berencana meningkatkan kapasitas produksi etiline dari 600.000 ton menjadi satu juta ton per tahun dan polietiline(PE) dari 320.000 ton menjadi 540.000 ton dalam kurun waktu tiga hingga lima tahun mendatang.

"Pembangunan terminal LPG itu merupakan salah satu upaya kami dalam mendukung ekspansi usaha CAP, sebagai perusahaan petrokimia terintegrasi. Kehadiran terminal LPG itu memberikan nilai tambah dan meningkatkan keuntungan, baik kepada perusahaan, pemegang saham maupun pemangku kepentingan perusahaan," kata Erwin.

Sementara itu, Direktur Industri Kimia Dasar Kemenperin, Tony Tanduk mengatakan, pembangunan terminal LPG tersebut akan memperkuat struktur dasar industri petrokimia nasional.

"Keberadaan terminal LPG itu akan meningkatkan daya saing serta menekan ketergantungan akan impor nafta yang kebutuhannya terus tumbuh sekitar 4-5% per tahun," ujarnya.

Tony mengatakan, dengan makin banyaknya investasi di sektor industri petrokimia, maka Indonesia akan bisa menyamai Thailand yang telah lebih dulu membangun kawasan industri petrokimia terintegrasi. Thailand membangun kawasan industri petrokimia dalam satu komplek sekitar 200-300 hektare (ha). (*)

Selasa, 12 April 2011

RI Akan Menjadi Produsen Petrokimia Kedua


Rabu, 23 Maret 2011 - 18:11 wib
Kilang Minyak. Ilustrasi.
Kilang Minyak. Ilustrasi.
JAKARTA - Pemerintah menargetkan Indonesia untuk menjadi produsen produk petrokimia kedua setelah Thailand. Target itu direalisasikan melalui program hilirisasi di sektor industri petrokimia.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, saat ini merupakan saat yang tepat untuk mengembangkan industri kimia nasional. Mengingat, kata dia, dalam dua sampai tiga tahun lalu, industri kimia nasional mulai bangkit kembali setelah terpuruk pada 1998.

"Untuk jangka panjang, kita bisa menjadi produsen terkuat untuk industri petrokimia setelah Thailand," kata Hidayat di Jakarta, Rabu (23/3/2011).

Melihat masih tingginya impor bahan baku dan pertumbuhan industri kimia nasional yang masih dua sampai empat persen, pihaknya bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) serta stakeholder terkait akan menyusun program pengembangan hilirisasi kimia, guna meningkatkan nilai tambah.

Sedangkan untuk memperkuat hilirisasi petrokimia, maka pemerintah akan menggencarkan pembangunan unit-unit kilang minyak untuk memproduksi nafta dan kondesat.

“Salah satu langkah adalah kita harus memastikan pembangunan refinary dan pembangunan alat kreker untuk memperkuat industri nasional. Saat ini, sudah ada dari Lotte Group asal Korea yang akan membangun kreker dengan investasi sebesar USD5 miliar. Mereka sedang mencari lokasi antara di Merak dan Subang,” terang Hidayat.

Kemenperin, kata dia, bertekad untuk menekan impor Nafta. Pengembangan industri petrokimia, lanjut hidayat, merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pasalnya, sektor petrokimia hilir merupakan salah satu industri dasar bagi industri manufaktur lainnya.

“Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa mempunyai industri petrokimia hilir yang cukup kuat sehingga industri mereka cukup maju,” tuturnya.

Ditambah lagi, kata dia, tingginya cadangan minyak bumi dan gas alam di Indonesia yang merupakan modal dasar industri petrokimia hilir.

“Selama ini gas alam, batu bara dan minyak kita baru dimanfaatkan untuk sumber energi, sudah saatnya untuk dioptimalkan untuk peningkatan value added dengan pengembangan industri petrokimia hilir,” imbuhnya.

Hidayat mengatakan, salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pengembangan industri petrokimia hilir adalah telah menyiapkan beberapa insentif fiskal berupa tax allowance sesuai dengan PP 62/2008.

Kemudian pemberian bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku dan bahan baku penolong yang belum ada di dalam negeri, serta pemberian potongan  pajak penghasilan (PPh) dan pajak penambahan nilai (PPN) untuk kawasan ekonomi khusus (KEK). “Kita juga sedang menggodok insentif berupa tax holiday,” kata Hidayat.(Sandra Karina/Koran SI/ade)

Geliat Industri Kimia Nasional

Geliat Industri Kimia Nasional

April 6, 2011
industri-manufakturPengembangan industri kimia nasional telah dimulai sejak awal pembangunan nasional yang memanfaatkan sumber minyak dan gas bumi serta peluang pengembangan yang sangat potensial. Itulah sebabnya industri kimia bertumbuh secara signifikan yang ditandai oleh pengembangan pusat Olefin di Banten sebagai basis pengembangan industri petrokimia.
Pada awal tahun 1990an, industri kimia berkembang pesat hingga di atas 10 persen, namun melorot akibat krisis moneter yang terjadi tahun 1998. Dan kini, secara perlahan bangkit kembali dimana selama 3 tahun terakhir bertumbuh pada kisaran 2 – 4 persen. Kondisi ini memperlihatkan ketangguhan sektor industri kimia, meskipun menghadapi  berbagai tantangan mulai dari terbatasnya pasokan bahan baku dan energi hingga munculnya pesaing regional maupun internasional.
Tentunya harapan kita agar industri kimia akan terus membaik mengingat dampak positif yang signifikan, baik dalam pengembangan industri manufaktur maupun pengembangan ekonomi nasional – yang selama ini diindikasikan melalui perolehan devisa, substitusi impor, dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya peranan industri kimia dalam pembangunan nasional secara berkesinambungan.
Apabila diperhatikan, bahwa negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mempunyai struktur industri kimia yang sangat kokoh dan kompetitif. Itulah sebabnya maka pembangunan industri petrokimia menjadi salah satu kebijakan prioritas yang akan difokuskan pada penguatan struktur industri petrokimia mulai dari hulu hingga ke hilir.
Saat ini, telah eksis 3 sentra produksi industri petrokimia nasional yaitu Pusat Olefin di Banten, Bontang, dan Pusat Aromatik di Tuban. Keberadaan ketiga sentra industri petrokimia tersebut perlu ditopang oleh jaminan pasokan bahan baku dalam jangka panjang.
Kementerian Perindustrian terus mengupayakan adanya pembangunan unit-unit kilang minyak yang dapat  memproduksi nafta dan kondensat sebagai bahan dasar petrokimia. Hal ini tentunya memerlukan dukungan ketersediaan minyak dan gas, investasi yang besar serta ketersediaan lahan yang memadai. Beberapa investor baik dari dalam negeri maupun asing telah menunjukkan keseriusan untuk membangun industri petrokimia hulu berupa pembangunan unit “naphtha cracker” maupun refinery, dan hal ini perlu didukung oleh kebijakan iklim investasi yang kondusif.
Potensi sumber kekayaan alam berupa minyak dan gas di tanah air sebenarnya merupakan kekuatan kita untuk membangun industri petrokimia. Cadangan minyak bumi yang diperkirakan sekitar 7,9 trilyun barrel, gas 160 trilyun cubic feet serta batubara 105 milyar ton – yang selama ini diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi. Maka pada masa yang akan datang, perlu memberikan porsi yang lebih besar bagi pembangunan industri petrokimia yang mampu memberikan nilai tambah yang optimal, serta memperkuat ketahanan nasional dalam berbagai aspek.
Barangkat dari kondisi serta peluang tersebut, maka dalam rangka pemanfaatan minyak dan gas bumi serta batubara, perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan nasional yang secara signifikan dituangkan dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
Forum Komunikasi “Launching Tahun Kimia Internasional 2011″ yang diselenggarakan BKK PII (Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia) bekerjasama HKI (Himpunan Kimia Indonesia) diharapkan dapat memberikan masukan penting dalam rangka pemantapan strategi kebijakan pengembangan industri kimia dan manufaktur, yang merupakan tulang punggung industri nasional sehingga dapat mendukung upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. [Elf]
——————————————-
Disarikan dari keynote speech Menteri Perindustrian RI, Mohamad S. Hidayat dalam Launching Tahun Kimia Internasional 2011