Label

Kamis, 27 Desember 2012

2013 Investasi Pabrik Petrokimia Mulai Bergulir


Published: 14 Dec 2012



   
IMQ, Jakarta —  Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan pada 2013 investasi pembangunan pabrik petrokimia di dalam negeri akan meningkat karena Indonesia mempunyai sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi serta batubara.

“Tren importasi petrokimia di dalam negeri yang terus menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini dipercaya bisa berbailik arah pada empat tahun ke depan. Pasalnya, investasi pembangunan pabrik petrokimia di dalam negeri akan bergulir mulai tahun depan dan bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun ekspor,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Basis Industri Manufaktur Kemenperin, Panggah Susanto, pada acara diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) dengan tema proyeksi industri petrokimia nasional di Jakarta, Jumat (14/12).

Pada tahun lalu, menurut Panggah, kebutuhan berbagai produk petrokimia di dalam negeri sekitar 4,4 juta ton. Sementara pasokan yang bisa diberikan oleh produsen petrokimia nasional hanya 3,3 juta ton.

“Pada 2016 nantinya kebutuhan produk petrokimia nasional diprediksi mencapai 5,58 juta ton. Di sisi lain, pasokan petrokimia bisa mencapai 8,3 juta ton dan ada kelebihan pasokan sebesar 2,7 juta ton yang nantinya bisa dialokasikan untuk kebutuhan ekspor,” paparnya.

Agar perbaikkan struktur industri petrokimia nasional ini bisa tercapai, lanjut Panggah, pemerintah akan terus mengawal perkembangan industri petrokimia nasional.

“Dengan margin yang tipis di industri ini, feedback yang bisa diberikan kepada investor sangat penting,” ujarnya.

Sedangkan VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir menambahkan, Pertamina sudah siap dan berkomitmen untuk membangkitkan kembali industri petrokimia yang sempat mati.

“Yang memulai industri Petrokimia di Indonesia adalah Pertamina pada 1970 dan Pertamina ingin gunakan salah satu strength untuk kembali tampil menjadi pemimpin industri petrokimia nasional,” tandasnya.

2013, Pertamina Patok Penjualan Petrokimia 500 Ribu Ton

2013, Pertamina Patok Penjualan

Petrokimia 500 Ribu Ton

Jumat, 14 Desember 2012,
 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pemasaran dan Niaga, PT Pertamina (Persero), Habung Budya mengatakan pihaknya mematok produk petrokimia di pasar domestik dan tergional bertambah sekitar 500 ribu ton pada 2013 mendatang. Tambahan tersebut, akan dilakukan perusahaan patunan yang dibentuk bersama dengan mitra usaha.

"Setelah perusahaan patungan terbentuk, sekitar Juli 2013 akan langsung melakukan kegiatan pemasaran produk petrokimia," katanya di Jakarta, Jumat (14/12).

Sehingga, ia mengharapkan, sebelum kilang petrokimia benar-benar terbangun pada 2017 mendatang, pihaknya sudah mampu memasok produk petrokimia, khusus domestik, dengan lebih kompetitif dan efisien. "Jadi, kita kerja sama membentuk pasar dulu dengan mitra," katanya.

Terkait mitra usaha yang akan dipilih nantinya, lanjut dia, harus memiliki produk petrokimia yang kompetitif, berkualitas dan memiliki dukungan teknis. "Produk petrokimia kilang Pertamina masih terbatas, sehingga melalui kerja sama ini pasarnya bisa kita kuasai dulu dengan produk dari mitra kita," katanya.

Pada pekan lalu, Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) dengan tiga perusahaan petrokimia multinasional, yaitu SK Global Chemical, PTT Global Chemical, dan Mitsubishi Corporation. Isi MoU antara lain kerja sama pembangunan pabrik petrokimia berkapasitas satu juta ton per tahun dengan perkiraan investasi Rp48 triliun atau lima miliar dolar AS.

Selanjutnya, pada April 2013, Pertamina menargetkan sudah menetapkan satu di antara tiga perusahaan sebagai mitra pembangunan kilang petrokimia yang ditargetkan beroperasi 2017. Kilang petrokimia direncanakan menghasilkan produk etilen 250 ribu ton, polietilen 400 ribu ton, polipropilen 350 ribu ton, 0an PVC 200 ribu ton per tahun.

Sebelum pabrik terbangun pada 2017, Pertamina dan mitra terpilih akan melakukan kerja sama pemasaran produk petrokimia di pasar domestik dan regional. Dalam perusahaan patungan itu, Pertamina menetapkan kepemilikan saham minimal 51 persen.

Saat ini, pasar petrokimia domestik masih didominasi impor dengan perkiraan sekitar lima miliar dolar AS per tahun. Pertamina kini baru menguasai pangsa pasar hanya 10 persen dari total kebutuhan petrokimia nasional.

Setelah kilang terbangun, Pertamina menargetkan penguasaan 30 persen pangsa pasar setelah 2017 atau senilai sembilan miliar dari total 30 miliar dolar pada saat itu. Pada tahap selanjutnya Pertamina menargetkan penguasaan pasar petrokimia menjadi 80 persen pada 2025.

Pertamina: Tak Semua 'Happy' Kita Bangun Kilang

Pertamina: Tak Semua 'Happy' Kita Bangun Kilang

Jumat, 14 Desember 2012,
 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--- PT Pertamina (Persero) menilai banyak pihak yang tidak suka dengan rencana perusahaan untuk membangun kilang minyak baru di Indonesia. Padahal rencana itu, sebut Pertamina, bagian antisipasi program ketahanan energi.

"Tidak semua pihak 'happy' dengan pembangunan proyek kilang baru di Indonesia," kata Vice President Corporate Communications PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir, pada acara diskusi Proyeksi Industri Petrokimia Nasional di Jakarta, Jumat (14/12).

Padahal, menurut Ali, pembangunan kilang baru sangat penting untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri yang selama ini kekurangan masih dipenuhi oleh impor. Selain itu, kilang juga memenuhi kebutuhan bahan baku industri petrokimia.

"Kilang yang ada saat ini sudah tua dan desainnya untuk minyak campur alias gado-gado sehingga hasilnya tidak maksimal. Padahal, harusnya kilang harus fokus pada bahan jenis tertentu agar hasilnya bisa maksimal," paparnya.

Yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kilang, lanjut Ali, adalah jaminan pasokan minyaknya.

"Pasokannya harus konsisten dan membangun kilang tidak seperti membangun industri baju, yang bisa mengambil bahan bakunya dari mana saja. Kalau kilang, minyaknya gado-gado hasilnya tidak akan maksimal," ujarnya. Ali menilai indeks kompleksitas kilang Indonesia rata-rata masih di bawah 5.

"Kilang di Singapura indeks kompleksitasnya 7, tetapi untuk Kilang Balongan sudah 11. Kendala lain dalam pembangunan kilang adalah marginnya yang sangat kecil dan tujuan utama Pertamina untuk membangun kilang adalah untuk menjamin ketahanan energi," tandasnya.

2013 Impor Petrokimia Capai 8 Miliar Dolar AS

2013 Impor Petrokimia Capai 8 Miliar Dolar AS

Jumat, 14 Desember 2012,
2013 Impor Petrokimia Capai 8 Miliar Dolar AS
Pabrik petrokimia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan nilai impor produk petrokimia pada 2013 mencapai 8 miliar dolar AS. Impor baru dapat dihentikan bila Indonesia setidaknya membangun tiga kilang yang terintegrasi dengan pabrik petrokimia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Basis Industri Manufaktur Kemenperin, Panggah Susanto menyatakan, kebutuhan dalam negeri akan petrokimia sangat besar. “Namun, Indonesia masih bergantung pada pasokan produk petrokimia impor. Kondisi itu, setidaknya bakal berlanjut hingga 2-3 tahun ke depan,” katanya, Jumat (14/12). Setiap tahun, kebutuhan produk petrokimia akan naik setidaknya sekitar 10 persen, mengikuti pertumbuhan industri hilir pengguna. "Tahun ini, impor petrokimia bisa mencapai 7 miliar dolar,” ujarnya.
Ketergantungan Indonesia terhadap produk petrokimia impor hanya bisa dihentikan bila sejumlah proyek petrokimia bisa diselesaikan sesegera mungkin. Pengembangan petrokimia hulu difokuskan antara lain di Cilegon untuk pengembangan nafta, Bontang untuk pengembangan gas bumi, Tuban untuk kondensat, Muara Enim untuk gas bumi dan batu bara, serta Teluk Bintuni untuk pengembangan gas bumi.
Panggah mengatakan, proyek-proyek tersebut baru bisa beroperasi pada 2016. Dengan pengembangan tersebut Indonesia bisa menyuplai dua juta ton ethylene. Sementara, permintaan dalam negeri hanya 1.344 ribu ton sehingga bisa mengeskpor 656 ribu ton ethylene. "Indonesia kemudian bisa menjadi eksportir produk petrokimia," katanya.
Pada tahun lalu, permintaan produk petrokimia nasional mencapai 4,42 juta ton untuk ethylene, propylene, polyethylene, monoethylene, polypropylene, dan butadiene. Pasokan dari dalam negeri tercatat mencapai 3,35 juta ton dan sisanya dipasok dari impor. Sementara pada 2016 permintaan industri petrokimia diproyeksikan mencapai 5,58 juta ton dan suplai dari dalam negeri mencapai 8,34 juta ton.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir mengatakan, perusahaan bertekad akan menambah kontribusi di industri petrokimia lebih banyak lagi. Saat ini, kontribusi Pertamina di industri petrokimia baru sekitar 10 persen. Tahun 2015, ditargetkan kontribusi pertamina bisa mencapai 30 persen. “Industri petrokimia permintaannya tinggi, nilai tambahnya besar. Semestinya bisa kita manfaatkan secara terintegrasi,” ujar Ali.

Pertamina Targetkan Penuhi 80 Persen Petrokimia

Pertamina Targetkan Penuhi 80 Persen Petrokimia

Jumat, 14 Desember 2012
Pertamina Targetkan Penuhi 80 Persen Petrokimia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan, perusahaan itu menargetkan dapat memenuhi kebutuhan industri petrokimia dalam negeri sebesar 80 persen di tahun 2025.

"Langkahnya untuk mencapai itu dengan memaksimalkan jaringan kilang yang ada di Pulau Jawa, Sumatra, Banten, Kalimantan, dan Papua," kata Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir dalam diskusi Forum Wartawan Perindustrian di Jakarta, Jumat (14/12).

Dia mengatakan, saat ini Pertamina hanya bisa memenuhi 10 persen kebutuhan petrokimia dalam negeri. Menurut dia, selama ini sejumlah 800 ribu ton Petrokimia dalam negeri di pasok dari impor. "Kami menargetkan memenuhi 30 persen kebutuhan industri itu di tahun 2017," ujarnya.

Ali mengatakan, potensi industri petrokimia sangat besar, sehingga diperlukan pembangunan kilang untuk mencapai tujuan itu. Menurut dia, saat ini Pertamina memiliki dua kilang besar untuk memenuhi kebutuahn petrokimia itu yaitu kilang Balongan dan Cilacap, lalu ada di Balikpapan dan di Tangguh Papua. "Rencannya dua kilang baru akan dibangun," ujarnya.

Menurut dia, untuk kilang Balongan direncanakan dapat menghasilkan kapasitas Polypropylene sebanyak 250 ribu ton pertahun. Dia mengatakan, proyek itu untuk menaikkan nilai tambah propylene RU VI menjadi produk polypropylene yang memiliki nilai jual tinggi untuk market dalam negeri. "Kilang baru sudah ditentukan siapa saja sehingga prosesnya bisa berjalan maksimal," katanya.

Menurut dia, nilai investasi pembangunan kilang dengan kapasitar 200 ribubarel adalah sejumlah 8 miliar dolar AS. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan impor Indonesia di sektor migas dan petrokimia senilai 32 miliar dolar AS.

Dia mengatakan Indonesia penuh Sumber Daya Alam berupa migas dan batubara untuk mengembangkan industri petrokimia sebagai salah satu penopang industri nasional. "Keberadaan industri petrokimia memberi manfaat antara lain penguatan struktur industri kimia dan industri terkait dari hulu hingga produk jadi, pengembangan wilayah industri, dan penghematan devisa," katanya.

Menurut dia, Indonesia masih kekurangan pasokan produk-produk petrokimia, seperti polypropylene dengan kebutuhan 1.055.000 ton namun pasokannya hanya 955 ribu ton. Namun dia meyakinkan bahwa tahun 2016 Indonesia memiliki kelebihan pasokan produk petrokimia dengan beberapa rencana pengembangan.

Dia mengatakan industri petrokimia selama ini belum terintegrasi. Untuk itu menurut dia perlu membangun tiga kilang dengan kapasitas masing-masing 300 ribu BPD terintegrasi dengan pabrik petrokimia untuk memasok BBM dan bahan baku pabrik olefin dan aromatic. "Selain itu membangun naphtha cracker baru 1 juta ton ethylene per tahun," katanya.

Menurut dia, pengembangan industri petrokimia perlu difokuskan pada penguatan struktur hulu ke hilir melalui pembangunan industri petrokimia dasar yang memanfaatkan cadangan migas dan batubara.