2013 Impor Petrokimia Capai 8 Miliar Dolar AS
Jumat, 14 Desember 2012,
Pabrik petrokimia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian
(Kemenperin) memperkirakan nilai impor produk petrokimia pada 2013
mencapai 8 miliar dolar AS. Impor baru dapat dihentikan bila Indonesia
setidaknya membangun tiga kilang yang terintegrasi dengan pabrik
petrokimia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Basis Industri Manufaktur Kemenperin, Panggah Susanto menyatakan, kebutuhan dalam negeri akan petrokimia sangat besar. “Namun, Indonesia masih bergantung pada pasokan produk petrokimia impor. Kondisi itu, setidaknya bakal berlanjut hingga 2-3 tahun ke depan,” katanya, Jumat (14/12). Setiap tahun, kebutuhan produk petrokimia akan naik setidaknya sekitar 10 persen, mengikuti pertumbuhan industri hilir pengguna. "Tahun ini, impor petrokimia bisa mencapai 7 miliar dolar,” ujarnya.
Pada tahun lalu, permintaan produk petrokimia nasional mencapai 4,42 juta ton untuk ethylene, propylene, polyethylene, monoethylene, polypropylene, dan butadiene. Pasokan dari dalam negeri tercatat mencapai 3,35 juta ton dan sisanya dipasok dari impor. Sementara pada 2016 permintaan industri petrokimia diproyeksikan mencapai 5,58 juta ton dan suplai dari dalam negeri mencapai 8,34 juta ton.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir mengatakan, perusahaan bertekad akan menambah kontribusi di industri petrokimia lebih banyak lagi. Saat ini, kontribusi Pertamina di industri petrokimia baru sekitar 10 persen. Tahun 2015, ditargetkan kontribusi pertamina bisa mencapai 30 persen. “Industri petrokimia permintaannya tinggi, nilai tambahnya besar. Semestinya bisa kita manfaatkan secara terintegrasi,” ujar Ali.
Direktur Jenderal (Dirjen) Basis Industri Manufaktur Kemenperin, Panggah Susanto menyatakan, kebutuhan dalam negeri akan petrokimia sangat besar. “Namun, Indonesia masih bergantung pada pasokan produk petrokimia impor. Kondisi itu, setidaknya bakal berlanjut hingga 2-3 tahun ke depan,” katanya, Jumat (14/12). Setiap tahun, kebutuhan produk petrokimia akan naik setidaknya sekitar 10 persen, mengikuti pertumbuhan industri hilir pengguna. "Tahun ini, impor petrokimia bisa mencapai 7 miliar dolar,” ujarnya.
Ketergantungan Indonesia terhadap produk petrokimia impor hanya
bisa dihentikan bila sejumlah proyek petrokimia bisa diselesaikan
sesegera mungkin. Pengembangan petrokimia hulu difokuskan antara lain di
Cilegon untuk pengembangan nafta, Bontang untuk pengembangan gas bumi,
Tuban untuk kondensat, Muara Enim untuk gas bumi dan batu bara, serta
Teluk Bintuni untuk pengembangan gas bumi.
Panggah mengatakan, proyek-proyek tersebut baru bisa beroperasi
pada 2016. Dengan pengembangan tersebut Indonesia bisa menyuplai dua
juta ton ethylene. Sementara, permintaan dalam negeri hanya 1.344 ribu
ton sehingga bisa mengeskpor 656 ribu ton ethylene. "Indonesia kemudian
bisa menjadi eksportir produk petrokimia," katanya.Pada tahun lalu, permintaan produk petrokimia nasional mencapai 4,42 juta ton untuk ethylene, propylene, polyethylene, monoethylene, polypropylene, dan butadiene. Pasokan dari dalam negeri tercatat mencapai 3,35 juta ton dan sisanya dipasok dari impor. Sementara pada 2016 permintaan industri petrokimia diproyeksikan mencapai 5,58 juta ton dan suplai dari dalam negeri mencapai 8,34 juta ton.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir mengatakan, perusahaan bertekad akan menambah kontribusi di industri petrokimia lebih banyak lagi. Saat ini, kontribusi Pertamina di industri petrokimia baru sekitar 10 persen. Tahun 2015, ditargetkan kontribusi pertamina bisa mencapai 30 persen. “Industri petrokimia permintaannya tinggi, nilai tambahnya besar. Semestinya bisa kita manfaatkan secara terintegrasi,” ujar Ali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar