Label

Rabu, 12 Januari 2011

Impor bahan baku plastik naik 40% (Nov 2010)

INDUSTRI PLASTIK

JAKARTA. Produsen plastik, terutama produsen karung beras, harus mewaspadai turunnya stok bahan baku plastik nasional tahun ini. Sebab, PT Polytama, sebagai produsen bahan baku plastik nasional, masih berhenti berproduksi.

Kapasitas produksi Polytama sendiri sebanyak 240.000 ton bahan baku plastik per tahun. Dari jumlah tersebut, 50% produksinya berupa bahan baku karung plastik.

Budi Susanto, Ketua Umum Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas), memprediksi, impor bahan baku plastik untuk karung beras, karung pupuk dan gelas plastik kemasan akan terus naik. "Tahun ini impor akan membengkak hingga 40%," jelas Budi, Minggu (21/11).

Sebelumnya, impor bahan baku plastik hanya 20%-25% dari total kebutuhan bahan baku plastik nasional yang sebanyak 850.000 ton per tahun. Jika impor bahan baku plastik naik hingga 40%, artinya sekitar 340.000 ton bahan baku plastik harus diimpor.

Budi bilang, sejak produksi Polytama berhenti September 2010 lalu, pelaku industri plastik hanya mengandalkan pasokan bahan baku plastik dari Tripolyta. Namun, jumlahnya belum memenuhi seluruh kebutuhan. "Khususnya untuk karung beras dan pupuk," imbuhnya.

Saat ini, produsen plastik skala kecil sudah mulai merasakan imbas turunnya stok bahan baku plastik ini karena mereka tidak punya stok bahan baku. Di sisi lain, musim panen raya beras sedang berlangsung. "Jika saat panen tidak ada stok karung beras, suplai beras dan pupuk bisa tertunda," imbuh Budi.

Kebutuhan nasional bahan baku plastik untuk karung beras, karung pupuk, dan terpal untuk panen cukup besar, mencapai 200.000 ton per tahun. Sedangkan bahan baku plastik untuk gelas kemasan sekitar 30.000 ton per tahun.

Seperti pernah ditulis KONTAN, PT Polytama, anak usaha PT Tuban Petrochemical Industries terpaksa berhenti produksi. Alasannya, karena perusahaan yang mempunyai kapasitas produksi 20.000 ton per bulan tersebut tidak mendapatkan pasokan bahan baku kondensat dari PT Pertamina lantaran Polytama belum melunasi kewajibannya.

Akibat merugi, petani garam beralih profesi (des 2010)

Akibat merugi, petani garam beralih profesi
JAKARTA. Lantaran terus merugi, petani garam rela beralih profesi menjadi peternak ikan bandeng. Sejak Mei hingga Agustus 2010, petani garam selalu mengalami gagal panen karena cuaca yang tidak menentu. Hal ini membuat petani garam berhenti mengolah hasil panen sejak September lalu.

Menurut Faisal Baidowi, anggota Presidium Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI), tahun ini para petani mengalami kerugian Rp 5 juta per hektare (ha)-Rp 7 juta per ha. Kerugian ini disebabkan petani harus menanggung biaya perbaikan lahan, perbaikan alat-alat produksi, perbaikan alat pengait, serta proses kristalisasi.

Untuk menutup kerugian, beberapa petani terpaksa beralih profesi menjadi peternak bandeng. Sementara beberapa petani lainnya mempertahankan usahanya dengan menyewa lahan. Untuk menyewa lahan, petani harus membayar Rp 8 juta per hektar.

Cuaca yang buruk juga membuat stok garam dalam negeri tahun ini kosong. Dus, kebutuhan garam tahun ini hingga awal tahun 2011 akan ditutup dari produksi dalam negeri dan impor. "Sesuai kebutuhan garam nasional, maka tahun ini kita mengimpor garam sebanyak 1,2 juta ton-1,4 juta ton," ungkap Faisal.

Sekadar catatan, saat ini harga garam di tempat pengumpulan mencapai Rp 850.000 per kilogram (kg)-Rp 950.000 per kg. Para petani garam memprediksi, persiapan produksi garam tahun depan akan dimulai pada bulan April dan Mei.

Berharap Nusa Tenggara Timur jadi lumbung garam

Berharap Nusa Tenggara Timur jadi lumbung garam
ENDE. Penurunan produksi garam tahun 2010 ini mendorong pemerintah menggelar program peningkatan produksi garam nasional dan pembangunan sentra baru produksi garam. Jika peningkatan produksi ini berhasil, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada garam impor.
Target pembukaan sentra baru produksi garam misalnya akan diterapkan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi ini akan menjadi lumbung garam nasional mulai tahun 2014. "NTT memiliki peluang besar untuk menambah produksi garam nasional," ujar Fadel Muhammad, Menteri Kelautan dan Perikanan di Ende, kemarin (29/12).
Dia menjabarkan, potensi lahan pertanian garam di NTT mencapai 8.953,25 hektare (ha). Dari total lahan itu, yang tergarap baru 151 ha.
NTT merupakan daerah yang sangat cocok untuk dikembangkan menjadi lumbung garam karena musim kemarau wilayah ini sangat panjang, yakni sekitar tujuh sampai 10 bulan setahun.
Salah satu bentuk pengembangannya adalah melalui pembentukan kampung garam. Konsep kampung garam itu akan melibatkan perbankan dan pemerintah daerah.
Konkretnya, KKP akan memberi Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk kampung garam lewat BNI dan BRI.
Selain itu, KKP juga akan menyalurkan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang diberikan kepada petani garam secara cuma-cuma. "Perbankan nanti bisa terlibat pengembangan kapasitasnya dalam program corporate social responsibility (CSR)," papar Fadel.
Selama ini, produksi garam di NTT memang masih minim. Menurut Subandono, Direktur Pesisir KKP, tahun 2009, produksi garam NTT baru mencapai 8.500 ton. Padahal kebutuhannya 17.175 ton. Kondisi ini menyebabkan NTT masih kekurangan garam sebanyak 8.675 ton per tahun.
Selama ini, menurut Subandono, petani garam NTT enggan menggarap lahannya akibat sulit mendapat kan modal. "Karena itu sekarang kami memberikan akses modal," katanya.
Berdasarkan data KKP, di NTT terdapat 97 unit sentra produksi garam rakyat dengan 3.500 tenaga kerja. Lokasi potensial untuk tambak tersebut antara lain di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Rote Ndao, Ende, Ngada dan Kabupaten Sumba Barat.
Untuk pembuatan kampung garam tersebut, KKP membidik Kecamatan Wewaria di Kabupaten Ende. Di lokasi itu terdapat 525 ha lahan garam potensial, namun yang tergarap hanya 15 ha.
Hasan Ahmat, seorang petani garam di Indramayu menghimbau petani garam di NTT memanfaatkan teknologi demi meningkatkan produktivitas lahan. "Salah satunya adalah memanfaatkan zat adiktif seperti ramsol yang bisa mengikat kotoran pada garam," kata Hasan. Ia bilang, dengan ramsol ini, produksi garam bisa ditingkatkan dari 60 ton menjadi 80 ton per hektare dan lebih bersih.

Produksi garam tahun ini anjlok 90% dari 2009 yang mencapai 966.100 ton

Produksi garam tahun ini anjlok 90% dari 2009 yang mencapai 966.100 ton
ENDE. Pertanian garam di Indonesia tahun ini makin suram. Produksi garam nasional anjlok 90% dibandingkan produksi tahun 2009 sebesar 966.100 ton. Untuk menghindari penurunan produksi yang lebih parah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku akan menyalurkan bantuan modal langsung ke petani garam agar bisa kembali produksi di tahun 2011 nanti.

Setidaknya, KKP menganggarkan alokasi sebesar Rp 60 miliar untuk para petani garam. Dana yang disebut Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) itu untuk memproduksi garam di lahan seluas 3.800 hektar (ha). Dengan kucuran itu, KKP berharap petani mampu memproduksi 300.000 ton garam dalam setahun.

Sayangnya, bantuan itu dinilai terlalu kecil dibanding jumlah areal lahan yang produktif tambak garam. KKP mencatat setidaknya terdapat 22.811 ha lahan garam di seluruh Indonesia yang membutuhkan modal untuk digerakan. “Ini harus dijadikan kerja bersama, lintas instansi dan juga investor,” kata Subandono, Direktur Pulau Kecil dan Wilayah Pesisir, KKP di Ende, Nusa Tenggara Timur (28/12).

Subandono bilang, bantuan senilai Rp 60 miliar dari pemerintah itu akan digunakan untuk revitalisasi lahan seperti perbaikan irigasi air laut di tambak garam rakyat. Menurutnya, alokasi yang dianggarkan KKP itu memang tidak mencukupi mengingat luasnya potensi lahan garam itu. Lahan garam itu tersedia di 8 titik di Kab. Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Sampang, Sumenep, Pamengkasan dan Nagekeo (NTT).

Produsen Minta Pemerintah Tetapkan Alokasi Ekspor Pupuk (Nov 2010)

Produsen Minta Pemerintah Tetapkan Alokasi Ekspor Pupuk

JAKARTA. Produsen pupuk domestik berharap pemerintah segera menetapkan alokasi ekspor pupuk nasional. Sebab, alokasi ekspor pupuk menjadi tumpuan para produsen untuk menambal selisih biaya yang harus mereka tanggung dari penjualan pupuk bersubsidi.
Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja Dadang Heru Kodri bilang, dengan penetapan alokasi ekspor yang lebih awal, maka produsen bisa segera memasarkan pupuknya ke negara-negara tujuan. “Seperti India, Filipina, Thailand, Myanmar, Vietnam, dan Malaysia,” ujarnya, Jumat (5/2).
Tahun lalu, Pusri Holding berhasil merealisasikan jatah alokasi impornya mencapai 607.110 ton. Volume ekspor tersebut hanya separuh dari alokasi ekspor yang diberikan pemerintah sebesar 1.061.480 ton.
Selain itu, Dadang mengaku, hingga kini pihaknya masih menantikan keputusan pemerintah soal penetapan harga pupuk bersubsidi. "Demi masalah ketahanan pangan ini semua seharusnya menjadi prioritas pemerintah. Hingga saat ini kita belum tahu harganya," tutur dia.

Produsen minta ekspor pupuk tiap bual (feb 2010)

Produsen Minta Pemerintah Tetapkan Alokasi Ekspor Pupuk

JAKARTA. Produsen pupuk domestik berharap pemerintah segera menetapkan alokasi ekspor pupuk nasional. Sebab, alokasi ekspor pupuk menjadi tumpuan para produsen untuk menambal selisih biaya yang harus mereka tanggung dari penjualan pupuk bersubsidi.
Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja Dadang Heru Kodri bilang, dengan penetapan alokasi ekspor yang lebih awal, maka produsen bisa segera memasarkan pupuknya ke negara-negara tujuan. “Seperti India, Filipina, Thailand, Myanmar, Vietnam, dan Malaysia,” ujarnya, Jumat (5/2).
Tahun lalu, Pusri Holding berhasil merealisasikan jatah alokasi impornya mencapai 607.110 ton. Volume ekspor tersebut hanya separuh dari alokasi ekspor yang diberikan pemerintah sebesar 1.061.480 ton.
Selain itu, Dadang mengaku, hingga kini pihaknya masih menantikan keputusan pemerintah soal penetapan harga pupuk bersubsidi. "Demi masalah ketahanan pangan ini semua seharusnya menjadi prioritas pemerintah. Hingga saat ini kita belum tahu harganya," tutur dia.

produsen minta ekspor pupuk tiap bulan

EKSPOR PUPUK
Produsen pupuk telah realisasikan kuota ekspor
JAKARTA. Menjelang akhir tahun, para produsen pupuk nasional terus menggenjot ekspor mereka. Bahkan, sebagian besar produsen telah merealisasikan sebagian besar kuota ekspor pupuk yang diberikan pemerintah.

Salah satunya adalah PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT). Direktur Utama PKT, Hidayat Nyakman bilang, perusahaannya memperoleh jatah ekspor 400.000 ton tahun ini. Hingga awal November lalu, PKT sudah mengekspor 320.000 ton dengan harga US$ 350 per ton. "Sisa kuota ekspor sebanyak 80.000 ton juga sudah ditenderkan dengan harga US$ 388 per ton. Tujuannya ke Amerika Latin," kata Hidayat kepada KONTAN, Jumat (12/11). Selain Amerika Latin, PKT juga mengekspor urea ke sejumlah negara seperti India, Bangladesh, Australia, Amerika Latin dan Brazil.

Selain PKT, PT Pupuk Kujang juga sudah mengekspor sebagian besar jatahnya. Direktur Keuangan Pupuk Kujang A. Tossin Sutawikara mengatakan, dari jumlah kuota ekspor sebanyak 35.000 ton tahun 2010 ini, perusahaannya sudah mengekspor 20.000 ton. Pabrik pupuk di Jawa Barat ini mengirimkan urea itu ke Kawasan ASEAN seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, Bangladesh dan Australia.

Tossin bilang, Pupuk Kujang tidak melakukan tender ekspor sendiri tetapi hanya mengikuti harga tender produsen lain. Namun ia berutung karena harga pupuk internasional naik. "Kita mengikuti harga tender yang dilakukan perusahaan besar seperti PKT tapi harganya lumayan tinggi US$ 388 per ton," jelasnya.
Nilai impor pupuk naik
Walaupun ekspor pupuk Indonesia cukup besar, toh Indonesia masih harus mengimpor pupuk non urea, yaitu kalium dan fosfat. Impor jenis pupuk tersebut justru meningkat. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh menyatakan, kenaikan impor tersebut seiring dengan peningkatan konsumsi petani dan kebutuhan bahan baku untuk pabrik pupuk di dalam negeri.

Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan, nilai impor pupuk selama Januari-September 2010 mencapai US$ 1,075 miliar, naik 77,81% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sayang tidak ada penjelasan darimana saja pupuk impor tersebut didatangkan ke Indonesia.