Label

Selasa, 12 April 2011

Geliat Industri Kimia Nasional

Geliat Industri Kimia Nasional

April 6, 2011
industri-manufakturPengembangan industri kimia nasional telah dimulai sejak awal pembangunan nasional yang memanfaatkan sumber minyak dan gas bumi serta peluang pengembangan yang sangat potensial. Itulah sebabnya industri kimia bertumbuh secara signifikan yang ditandai oleh pengembangan pusat Olefin di Banten sebagai basis pengembangan industri petrokimia.
Pada awal tahun 1990an, industri kimia berkembang pesat hingga di atas 10 persen, namun melorot akibat krisis moneter yang terjadi tahun 1998. Dan kini, secara perlahan bangkit kembali dimana selama 3 tahun terakhir bertumbuh pada kisaran 2 – 4 persen. Kondisi ini memperlihatkan ketangguhan sektor industri kimia, meskipun menghadapi  berbagai tantangan mulai dari terbatasnya pasokan bahan baku dan energi hingga munculnya pesaing regional maupun internasional.
Tentunya harapan kita agar industri kimia akan terus membaik mengingat dampak positif yang signifikan, baik dalam pengembangan industri manufaktur maupun pengembangan ekonomi nasional – yang selama ini diindikasikan melalui perolehan devisa, substitusi impor, dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya peranan industri kimia dalam pembangunan nasional secara berkesinambungan.
Apabila diperhatikan, bahwa negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mempunyai struktur industri kimia yang sangat kokoh dan kompetitif. Itulah sebabnya maka pembangunan industri petrokimia menjadi salah satu kebijakan prioritas yang akan difokuskan pada penguatan struktur industri petrokimia mulai dari hulu hingga ke hilir.
Saat ini, telah eksis 3 sentra produksi industri petrokimia nasional yaitu Pusat Olefin di Banten, Bontang, dan Pusat Aromatik di Tuban. Keberadaan ketiga sentra industri petrokimia tersebut perlu ditopang oleh jaminan pasokan bahan baku dalam jangka panjang.
Kementerian Perindustrian terus mengupayakan adanya pembangunan unit-unit kilang minyak yang dapat  memproduksi nafta dan kondensat sebagai bahan dasar petrokimia. Hal ini tentunya memerlukan dukungan ketersediaan minyak dan gas, investasi yang besar serta ketersediaan lahan yang memadai. Beberapa investor baik dari dalam negeri maupun asing telah menunjukkan keseriusan untuk membangun industri petrokimia hulu berupa pembangunan unit “naphtha cracker” maupun refinery, dan hal ini perlu didukung oleh kebijakan iklim investasi yang kondusif.
Potensi sumber kekayaan alam berupa minyak dan gas di tanah air sebenarnya merupakan kekuatan kita untuk membangun industri petrokimia. Cadangan minyak bumi yang diperkirakan sekitar 7,9 trilyun barrel, gas 160 trilyun cubic feet serta batubara 105 milyar ton – yang selama ini diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi. Maka pada masa yang akan datang, perlu memberikan porsi yang lebih besar bagi pembangunan industri petrokimia yang mampu memberikan nilai tambah yang optimal, serta memperkuat ketahanan nasional dalam berbagai aspek.
Barangkat dari kondisi serta peluang tersebut, maka dalam rangka pemanfaatan minyak dan gas bumi serta batubara, perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan nasional yang secara signifikan dituangkan dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
Forum Komunikasi “Launching Tahun Kimia Internasional 2011″ yang diselenggarakan BKK PII (Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia) bekerjasama HKI (Himpunan Kimia Indonesia) diharapkan dapat memberikan masukan penting dalam rangka pemantapan strategi kebijakan pengembangan industri kimia dan manufaktur, yang merupakan tulang punggung industri nasional sehingga dapat mendukung upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. [Elf]
——————————————-
Disarikan dari keynote speech Menteri Perindustrian RI, Mohamad S. Hidayat dalam Launching Tahun Kimia Internasional 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar