Label

Selasa, 11 Oktober 2011

Larangan Ekspor Gas

Larangan Ekspor Gas

Departemen Riset IFT menilai harga jual ekspor gas jauh lebih tinggi dibanding harga jual untuk domestik. Porsi ekspor lebih tinggi daripada domestik dapat dimaklumi karena perbedaan harga tersebut. Apalagi, pemilik ladang gas di Indonesia mayoritas adalah swasta atau asing.

Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah melakukan pelarangan terhadap PT Pertamina (Persero) untuk mengekspor hasil gasnya. Bahkan jika mampu mengakuisisi kepemilikan ladang gas milik swasta dan asing, sehingga hasil produksi gas dapat dioptimalkan untuk kebutuhan gas domestik.

LNG Tangguh juga telah memperoleh empat kontrak jangka panjang dengan Fujian LNG di Cina, K-Power dan Pohang Iron Steel Corporation (Posco) di Korea, serta Sempra Energy di Meksiko. Gas bumi dari lapangan Tangguh di Papua ini diekspor melalui kapal setelah diproses menjadi liquid natural gas pada kilang LNG Tangguh.

Dari kapasitas total kilang yang mencapai 7,6 juta ton per tahun, 7,4 juta ton di antaranya sudah terjual ke sejumlah pembeli, di antaranya Sempra Energy Marketing Co sebesar 3,7 juta ton per tahun, Fujian 2,6 juta ton per tahun, serta Posco dan K-Power 1,1 juta ton per tahun.

Sisa volume sebesar 125 ribu ton per tahun tersebut merupakan bagian dari sisa kapasitas kilang LNG Tangguh 200 ribu ton per tahun. Sebesar 125 ribu ton dijual oleh Pertamina kepada Tohoku Electric Power Co, Jepang. Hal ini juga masih dapat dimaklumi, karena PT Donggi Senoro LNG, perusahaan penanaman modal asing yang menjalankan atau mengoperasionalkan LNG Tangguh,  kepemilikan sahamnya dikuasai 51% oleh Mitsubishi Corporation. Sisanya, 29% PT Pertamina EP dan 20% oleh PT Medco Energi International Tbk (MEDC).

Apabila pemerintah ingin dapat mengoptimalkan perannya, pemerintah dapat mendominasi porsi kepemilikan Pertamina pada LNG Tangguh tersebut, sehingga hasil produksi gas LNG Tangguh tidak lagi untuk ekspor melainkan porsinya dapat diperbesar untuk domestik. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar